TERBUKANYA KOTAK PANDORA


“Kleptomania”
“Euphoria”
Ah, rasanya penamaan kleptomania tidak cukup untuk mewakili perasaan yang aku alami sekarang. Rasa nyaman dan ketagihan itu membentuk euphoria tersendiri. Klepto-phoria….
Pernahkah kau menjadi tiba-tiba begitu bosan dengan hidupmu yang terkesan mudah mendapatkan hal yang diinginkan banyak orang? Menjadi pintar, cantik, terkenal dan kaya. Apa pula yang kurang? Terkadang aku berfikir, bagaimana rasanya sedang dalam keadaan terdesak oleh kemiskinan. Sering aku menonton film, tentang betapa menyedihkannya menjadi orang miskin. Menahan lapar, diremehkan oleh lingkungannya, bahkan harga dirinya dinilai tidak lebih berharga ketimbang sepatu yang biasa aku pakai. Dari keterdesakan itu mereka menjelma menjadi kriminal, mencuri dan menipu untuk bertahan hidup. Tapi taktik dan pola yang mereka mainkan selalu sama dan mudah ditebak. Dan hal itu menjadi kembali membosankanku. Bukankah masing-masing dari kita adalah penipu dengan levelnya masing-masing? Siapa di dunia ini yang tak pernah berbohong? Bohong adalah tingkatan paling rendah dari tata cara menjadi penipu ulung. Dan unsur yang paling penting untuk menjadi pencuri dan penipu adalah keberuntungan, terlahir sebagai anak pejabat yang cantik dan berotak encer, bukankah keberuntungan yang tanpa cela?
Semua bermula dari ruang kelas praktikum Kimia di kelas 1 SMA. Saat aku tidak sengaja menumpahkan asam pekat.
“….. Itulah mengapa kalian harus bekerja hati-hati di lab. Semua bahan kimia itu berbahaya. Ada saatnya kalian perlu mempraktekkannya agar kalian paham mana yang benar dan mana yang salah. Tidak hanya percaya kata buku bahwa asam pekat itu berbahaya, bisa menyebakan kulit kalian terluka…..”
Hampir sejam praktikum kami terhenti karena insiden tertumpahnya asam pekat itu, panjang lebar Pak Ridwan menjelaskan tentang pentingnya paham satu per satu karakteristik bahan kimia bla bla bla. Tapi ceramahnya yang membosankan banyak temanku itu, malah membuatku insomnia memikirkannya…. “Ada saatnya perlu praktek agar paham mana yang benar mana yang salah”…. berulang-ulang otakku enggan menidurkan badanku karena kata-kata itu. Menjadi anak baik terlalu lama bosan juga ternyata ya. Dan terjadilah peristiwa pencurian pertamaku yang sukses gemilang. Smartphone Mama berhasil aku curi, dan bibi pembantu yang suka lupa menyiapkan bekal sekolahku diberhentikan.
Ada perasaan aneh yang aku rasakan saat mencuri dan menunggu hingga Mama sama sekali tak mencurigaiku. Inikah yang namanya sensasi hormon adrenalin? Jantungku berdetak kencang, sepertinya darah mengalir dua kali lipat ke seluruh tubuh, membuat otakku bekerja lebih ringan dari biasanya untuk berfikir.
Bolpoin teman sebangkuku adalah barang kedua, jepit rambut, kotak makanan, earphone, penggaris, hingga dompet berisi make up si centil Clara. Awalnya aku melakukannya tak beraturan, belakangan aku mulai sibuk mencoreti kalender duduk di meja belajarku, paling tidak dua kali seminggu dengan target dan skenario yang berbeda, tertulis jelas dalam buku harianku. Beberapa kali kelas menjadi ribut, berspekulasi siapa si pencuri berantai, tapi aku selalu lolos dari daftar kecurigaan mereka. Mungkin pula karena barang yang aku curi adalah barang yang tak seberapa berharga.
“Mir, bagaimana sih caranya supaya pinter seperti kamu? Aku ingin dapat 100 pas ulangan besok. Ajarin aku dong!”
Dan bola kembali dilempar. Permainan segera dimulai.
“Aku ndak pinter-pinter amat kok, Yol. Kamu pernah dengar tentang minuman ajaib yang bisa membuat otak encer?”
“Minuman semacam itu beneran ada, Mir? Ah, kamu ngaco lah”
“Ini rahasia ya. Cuma kamu yang aku kasih tahu karena aku kasihan sama kamu. Tapi, ramuan ini mahal banget loh. Harganya segitu dan persyaratannya begini”
Ndak ada diskon kah, Mir? Harga teman gitu? Hehe. Kalau minta uang segitu, aku bisa dipenggal emakku”
“Tenang, Yol. Aku bakal bantu kamu dapat uang segitu”
Dan beraksilah daku bersama Yolanda. Entah bagaimana gadis polos yang sering jadi bahan bully-an di kelas itu percaya saja dengan hal yang aku jelaskan, meskipun butuh hampir seminggu untuk membujuk keberanianya. Kali ini aku berasa menjadi Kaitou Kid, The Phantom of Thief, dalam komik Conan. Entahlah, saat membacanya, anganku melayang kapan aku bisa menirukan aksi-aksinya secara nyata. Mungkin inilah yang dimaksud dalam buku, bahwasanya dimasa remaja, banyak hal ingin ditiru, terlepas itu benar atau salah. Bahkan hal yang dilarang bisa menjadi dorongan yang begitu kuat untuk dilakukan, karena ruh-nya manusia adalah rasa keinginan tahuannya yang tinggi. Bukankah begitu?
Lepas tengah malam, aku mengantar Yolanda untuk masuk ke kantor TU sekolah. Dan kutunjukkan dibagian mana ia bisa mendapatkan uang segitu, beserta kode brangkasnya, tak perlu heran aku bisa dapatkan kodenya dari mana. Yolanda berontak dalam ketakutan. Aku bilang jika aku sudah terbiasa melakukannya dan akan mengasyikkan jika berhasil tanpa ketahuan, jikapun ketahuan, pantang membawa nama orang lain. Dan tentu saja tidak perlu menunggu hingga seminggu, sekolah gempar akan kasus pencurian. Yolanda diadili, sidik jarinya jadi bukti. Dia menyebutkan namaku, tapi siapa yang berani meyeretku? Aku adalah anak baik-baik, sang juara kelas, dan anak pejabat kelas atas. Kedudukanku tak akan tergoyahkan. Cukup dengan menunduk, menangis dan melemparkan kata-kata polos, aku bebas melenggang dari tuduhan. Bukankah begitu dalil pokok menjadi seorang penipu? Pertama, jadilah pendengar yang sabar, tak hanya baik, jangan berbicara grasa-grusu, harus penuh perhatian dan beberapa penekanan untuk mengambil kepercayaan lawan bicara. Kedua, jangan tampak membosankan untuk membujuk. Dan yang terakhir, jangan membual, biarkan orang lain menilai. Dalam kasus ini, aku sedikit melanggar dalil itu tentang membual, semakin dipikir-pikir, membual adalah seni berkomunikasi.
Ah, rupanya aku sudah berubah menjadi penyihir. Berhati jahat namun menyamar menjadi orang baik. Atau malah sebaliknya? Aku adalah orang baik yang sedang menyamar agar faham rasanya menjadi jahat? Bukankah harus dipraktekkan untuk mengetahui sesuatu itu benar atau salah? Menjadi baik itu membahagiakan, namun berlaku jahat terkadang menyenangkan. Beda bahagia dengan senang, kalian semua pasti sudah faham, hehe….
Kehidupan SMA sudah usai. Seperti sudah aku prediksi, predikat siswa terbaik dan nilai UN tertinggi menjadi milikku. Tanpa belajar, aku tinggal tunjuk hendak kuliah di kampus elite yang mana. Dan kehidupan kampus mulai membuatku sibuk, sedikit lupa dan mulai bosan dengan kegiatan kleptomania itu. Ada banyak tantangan, dunia kuliah dengan akses tanpa batas pada informasi, tidak hanya sebatas penjelasan guru di kelas dan buku di perpustakaan. Lebih-lebih kegiatan organisasinya, semuanya menggiurkanku. Berangkat jam 7 pagi, pulang jam 12 malam mulai mejadi kegiatan harianku yang melelahkan namun menyenangkan. Mama mengomel tambah sering, Papa malah tersenyum mengacungkan jempolnya. Papa sering bercerita bahwa dulu ia adalah aktivis, menjadi ketua senat, turut turun jalan ketika peristiwa 1998. Orasi ketika demonstrasi adalah hobinya. Aku jadi semakin dekat dengan Papa, mendengarkan cerita dan wejangannya. Sekalipun sibuk berorganisasi, jangan lupa terus mengisi asupan otak dengan membaca buku. Bahwasanya wajah cantik dan modal kaya saja tidak akan cukup untuk terus bertahan hidup, atau lebih tepatnya mempertahankan kehidupan mewah yang saat ini aku rasakan, begitu nasihat Papa. Dan satu lagi yang sering ia ulang-ulang. Kalau bisa jangan sesekali bermain dengan cinta, jangan pacaran dulu, fokus kuliah dan organisasi saja dulu.
Aku kemudian menjadi heran, orang yang gampang bosan sepertiku, hingga semester 5 belum pula menemui kebosanan dalam dunia organisasi, meski segala rasa kecewa, kesal, dongkol, bahkan perdebatan yang panjang dan melelahkan, justru menjadi candu baru, bahwasanya seni mengolah kata-kata menjadi begitu penting. Seni meyakinkan orang dengan antusiasme yang kadang dibuat-buat hanya untuk menarik perhatian lawan bicara, itu perlu. Apalagi jika berbicara tentang kehidupan asmara. Dimasa-masa kuliahlah masa paling indahnya. Tahun kemarin aku mendadak populer saat berpacaran dengan presiden BEM Universitas, dan tahun ini aku berhasil menjadi Presiden BEM. Ya, meskipun aku harus sedikit merusak nama baikku, dilabeli perebut pacar teman sendiri. Selamat datang di dunia mahasiswa….
“Mir, apa maksudnya kotak pandora ini?” Mama tiba-tiba nyelonong masuk ke kamar mengagetkan lamunanku.
Ah, ya… Kotak pandora itu, peti dengan semua barang curianku lengkap dengan buku harianku. Sepertinya sudah saatnya untuk mengikhlaskannya. Jangan sampai terbuka, mari melangkah pada tahap yang lebih menantang lagi. Dunia mahasiswa, dunia tanpa batasan, yang membatasi hanyalah sejauh mana tenaga dan waktumu dapat menyanggupi kerjamu.
Cinta, kisah asmara. Candu baru dalam hidupku. Awalnya aku cuek saja, pacaran hanya akan membuang-buang waktuku, berantem, memberi laporan ini itu saat ke sana ke mari tak bersama, harus beginilah begitulah, terlalu melelahkan. Kuikuti nasehat Papa untuk menghindari candu yang satu ini hingga semester 5. Selebihnya, mengenal Febri adalah pengecualian. Sosoknya terlalu menyilaukan untuk dihiraukan, laki-laki idaman. Penampilannya yang bersih dan rapi, kepeduliannya yang begitu mendalam pada aksi-aksi solidaritas kemanusiaan, ketertarikannya pada buku dan olah media kreatif, apalagi dengan keahliannya main gitar, ia pandai berpuisi dan membuat lagu. Suaranya renyah, apalagi senyumnya.
Untuk yang satu ini aku menyesal tidak menuruti kata-kata Papaku. Hal yang dilarang itu memang menggiurkan untuk dicoba. Cinta memiliki kadar candunya tersendiri. Jika tidak kuat menahannya, kau akan sakaw, dan efek sampingnya akan menghancurkan kehidupamu yang susah payah kau bangun. Cinta menyebabkan konsentrasiku pecah, banyak hal yang aku lakukan buyar karena memikirkan Febri. Sampai-sampai aku batasi diri untuk tidak menemuinya setiap hari untuk mengontrol kembali kendaliku atas tubuh dan otakkku. Tapi semakin aku tahan, muatan rasa rindu itu tak meledak, ujung-ujungnya aku menjadi pemaksa untuk terus menemuinya. Dan inilah awal kehancuranku…
Febri sudah terbiasa ke rumah menemui Papa dan Mama. Suatu ketika ia bermain ke kamarku, sementara aku mengambilkan minum dan camilan di dapur, aku sebenarnya agak curiga dengan apa yang ia geledah di kamarku. Ia berhasil membuka kombinasi gembok pada kotak pandoraku entah bagaimana. Aku menyesal tidak membuangnya jauh-jauh hari. Jantungku serasa mau loncat keluar dari tubuhku. Rasanya kali ini keberuntunganku sudah pudar.
“Apa yang kamu lakukan, Feb?”
Tanpa berkata sepatah katapun, ia pergi dengan memawa buku harianku. Keesokan harinya lewat pesan singkat ia memutuskan hubungan, aku tak peduli. Yang aku pedulikan adalah bagaimana caranya untuk membuatnya tetap tutup mulut, tapi aku gagal. Seketika itu langit berasa runtuh. Tak seharusnya kotak itu kuberi nama kotak pandora, agar jika terbuka tidak akan membawa petaka. Petaka tentang tercorengnya nama baik keluarga pejabat akibat ulah anaknya yang kleptomania. Rasa malunya tak keruan, kami pindah keluar negeri. Dan belakangan aku tahu, Febri adalah kakak dari Yolanda.
Dari sini aku belajar, bahwasanya tidak semua hal buruk itu patut untuk dicoba. Bahwasanya jangan pernah berbagi rahasia dengan siapapun, termasuk orag yang paling kamu cinta sekalipun. Bahwasanya keberuntungan tidak akan selalu menyertaimu dan memulihkan nama baik itu lama (Ls).

Komentar