SENJAKU, DAN MENTARI DI WAJAHMU



Aku manusia senja dan kau penyuka mentari. Entah disebut berbeda atau tidak, kita tetaplah manusia bumi pengagum langit. Baru seumur jagung ketika kedua mata kita saling berhadapan tapi hati kita seolah sudah berabad lamanya saling bertaut. Tak butuh semacam cerita romeo dan Juliet atau laila majnun yang kisah romannya membangkitkan bulu roma untuk menjelaskan kisah kita. Cukup berdua duduk bersandar diujung ketinggian menikmati langit yang magis. Ya, lelahnya mendaki selalu tak pernah menjadi lebih letih ketimbang  keluhan yang terlontar itu sendiri.

Seperti kala itu, kau mengajakku menjajal Puncak  Gunung yang entah kesekian kalinya. Senja yang anggun segera menawan hatiku. Ya, seolah k au selalu lebih tahu tentangku. Kita hanya duduk berdua, diam, tanpa kata, mengarahkan pandang ke rimbunan senja. Dan hidupku terasa sempurna, ada kau dan senja. Itu saja, cukup.

Malam gemintang tak kalah menindih hati yang sedang kasmaran. Ketinggian selalu membuat jarak kita dengan bintang semakin dekat sehingga, ia terlihat begitu memikat. Celoteh malam segera memenuhi ruang perbincangan. Semalaman kita hanya berbincang sekenanya, menunggu fajar.

Aku pengagum senja, namun aku mulai jatuh cinta pada mentari di matamu kala fajar mulai menyeruak berhamburan di padang langit. Aku suka senyum renyah dan kedamaian di wajahmu ketika fajar menyapa. Aku manusia senja tapi aku juga tak mau melewatkan  mentari dimatamu yang berbinar kilau gemilau itu (Ls)

Komentar