BBC Indonesia-Yuyun, siswi berusia 14
tahun diperkosa oleh 14 pemuda hingga tewas. Sebanyak 12 pelaku berhasil
ditangkap dan terancam hukuman hingga 15 tahun penjara. Para tersangka ini
membunuh korban dengan cara menjatuhkan korban ke jurang dalam kondisi kedua
tangan terikat setelah memperkosanya
TEMPO-Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya menahan delapan tersangka
pencabul Nona (bukan nama sebenarnya), 13 tahun, siswi sekolah menengah pertama
(SMP). Para tersangka adalah MI berusia 9 tahun kelas III SD, MY (12) kelas VI
SD, BS (12) kelas V SD, JS (14) kelas VIII SMP, AD (14) kelas VIII SMP, LR
(14), HM (14), dan AS (14) kelas IX SMP.
Surabayanews.co.id-Sidoarjo, NA gadis 14 tahun kini tengah hamil 8 bulan. Kasus
ini terjadi Agustus 2015 lalu dan telah dilaporkan oleh keluarganya pada bulan
Desember 2015 silam. Meski telah divisum dan kasusnya dilaporkan ke kepolisian,
namun hingga kini para pelaku pemerkosaan yang berjumlah lima orang dan tiga
diantaranya masih dibawah umur, belum ditahan polisi. Parahnya, justru korban
mendapatkan intimidasi dari warga, korban akan diusir. Melihat kondisi korban,
seorang warga memberikan izin untuk tinggal sementara dikandang bebek sampai
proses hukum selesai.
Surabayanews.co.id-Sony Sandra pelaku pencabulan terhadap 58 anak di bawah umur
di vonis majelis hakim pengadilan negeri kota Kediri dengan hukuman 9 tahun dan
denda 250 juta subsider 4 bulan kurungan. Padahal harusnya sesuai pasal 81
undang – undang nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, jika menimbulkan
trauma berat dan korban yang banyak, maksimal hukuman 15 tahun penjara dan
denda 5 milyar rupiah.

Darurat
pelecehan seksual
Victim blaming, atau kecenderungan masyarakat menyalahkan korban kekerasan
seksual inilah yang membuat banyak perempuan enggan melaporkan kekerasan yang
dialaminya. Mindset dalam masyarakat
masih kental sekali judgment negatif terhadap
korban. Kebanyakan orang lebih banyak menyalahkan korban dari pada
mempertanyakan tindakan kriminal pelaku. Stigma yang tertanam selama ini dalam
masyarakat adalah kekerasan seksual terjadi disebabkan kesalahan korban, bukan
pelaku. Hal ini menyebabkan korban malu untuk melaporkannya, meski banyak kasus
yang berhasil diungkap, tapi lebih banyak lagi yang hanya disimpan rapat-rapat.
Nyatanya, jika terjadi kasus pemerkosaan misalnya, yang terlebih
dahulu ditanyakan adalah apa yang dipakai korban, mengapa berjalan sendirian
ditempat sepi, mengapa keluyuran tengah malam atau apakah orang tuanya tidak
bisa mendidik anak perempuannya dengan baik. Lalu apakah salah terlahir sebagai
perempuan?
Data Komnas Perempuan pada 2013 lalu menunjukkan setiap 2 jam, 3
perempuan di Indonesia mengalami kekerasan seksual. Menurut Kompol Yasinta,
Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Ditreskrimum Polda Jatim, 80% kasus
kekerasan kebanyakan terjadi di lingkungan sekolah, keluarga dan lingkungan
tempat tinggal.

Angka kekerasan terhadap anak terus saja naik. Pada tahun 2014
di Jawa Timur terdapat 227 kasus dan meningkat menjadi 832 kasus pada tahun
2015. Lalu akankah tetap dibiarkan pada tahun 2016 ini kasus terus meningkat?
Indonesia darurat pelecehan seksual. Katanya perempuan adalah
tiang Negara, katanya anak atau pemuda adalah tunas harapan bangsa. Mau jadi
apa nantinya Negara ini jika anak-anak yang terlahir dan perempuan yang ada di
Indonesia banyak menjadi korban kekerasan, dan pada akhirnya korban pula yang
disalahkan?
Pendidikan itu mutlak dibutuhkan untuk menuntaskan darurat
kekerasan seksual ini. Tapi bukan pendidikan yang sekedar mengajarkan ini baik
itu buruk, tapi lebih kepada mengapa ini baik mengapa itu buruk. Bukan sekedar
diajari tapi dibimbing. Keluarga adalah sekolah pertama dan utama, jangan
sampai kesibukan orang tua menelantarkan kebutuhan anak akan pemahaman, pengawasan,
perlindungan dan pengajaran terhadap anak. Sekolah adalah tempat belajar,
jangan sampai menjadi sarang kekerasan seksual.
Saat melihat suatu kejadian, setiap orang butuh mencari pihak
untuk disalahkan. Tapi alangkah baiknya jika tidak menyalahkan seenaknya tanpa
dianalisis terlebih dahulu. Bangsa ini krisis karakter, masyarakatnya banyak
yang latah dan mudah diprovokasi. Disulut sedikit api, maka orang-orang akan senang
hati mengguyurkan bensin (Ls)
*tulisan ini saya buat sebagai bentuk keprihatinan saya pada banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia dan sebagai tindak lanjut terhadap ToT Pelatihan Kepemimpinan Partisipatoris dan Advokasi Kekerasan Berbasis Gender oleh WYDII Surabaya dan WLP pada 14-15 Mei 2016 kemarin
Komentar
Posting Komentar