AKU SUDAH 23 TAHUN




Umur bukan jaminan untuk dikatakan dewasa. 23 tahun? Mungkin baru dibilang masih awal menyentuh ujung proses pendewasaan. Aku merasa ketika jarum jam sudah melewati jam 24.00 menuju tanggal 6 mei kemarin, tidak ada perubahan yang berarti dalam hidupku yang membuatku merasa menjadi lebih dewasa. Ya, karena bukan usia 23 nya yang membuat aku pantas dikatakan dewasa. Namun cara berfikirnya.

23 tahun. Waktu yang cukup lama, meski kadang terasa sebentar. Kepribadian yang bagaimana yang ingin aku bentuk kedepannya? Dewasa. Dewasa yang seperti apa? Nyatanya setiap orang dewasa memiliki karakteristiknya masing-masing. Hidup butuh diatur agar teratur.

Aku sudah 23 tahun. Tak bisa lagi melakukan banyak hal semauku sesukaku. Sudah waktunya untuk mengatur batas dan merencanakan banyak hal yang ingin aku capai di masa depan nanti. Hidup tanpa tujuan dan target hanya akan menjadikanku pribadi yang berantakan.

Aku sudah 23 tahun. Mengikuti kata hati bukanlah kesalahan, namun perlu dibedakan antara kata hati dan emosi atau ego. Mengikuti kata hati bukan berarti mengesampingkan rasionalitas. Setiap keinginan kita harus pula dikonfrontasikan dengan rasio, bukan sekedar menakar nilai kepantasan namun juga tentang kemanfaatan. Mulailah pembentukan karaktermu.

Aku sudah 23 tahun. Dimana segala kegagalan terasa begitu membekas, entah gagal dalam hal akademik, organisasi, pertemanan apalagi dalam hal percintaan. Tapi tidak perlu terlalu lama larut dalam penyesalan dan kekecewaan. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana melatih diri untuk merelakan dan melepaskannya dengan ikhlas. Setiap mantan memiliki andil tersendiri dalam pembentukan cara berfikirku. Sang wonder man yang berhasil membuatku bangkit dari kesintingan dan menyurung-nyurung semangatku untuk kembali mengerjakan skripsi. Seorang wonder man yang membolak balik dunia pikiran dan emosiku. Aku tahu rasanya meluapkan emosi, mengucapkan segala hal yang aku pikirkan dan aku rasakan pada seorang yang aku anggap kekasihku. Dimana aku mengira bahwa dalam jalinan kasih menjadi hal yang wajar jika meluapkan segala yang dirasa, namun ternyata itu tidak sepenuhnya benar. Aku belajar ternyata sekalipun ia kekasih, tidak sepantasnya menjadi tempat sampah untuk meluapkan emosi, tidak sepantasnya rasa memiliki juga menjadi dibenarkan ketika setiap waktu melapor ataupun berkomunikasi. Aku belajar, ternyata mempertahankan itu sulit sekalipun berkali-kali meminta maaf dan memohon untuk kembali. Namun, ambisi dan ego perlu segera dikendalikan. Yang perlu dilakukan sekarang adalah move on, bukan berarti melupakan, namun melepaskan dengan ikhlas. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan, bisa jadi kita akan kembali dipersatukan. Semoga.

Aku sudah 23 tahun. Melontarkan segala yang dipikir dan dirasa ternyata tidak seluruhnya benar. Aku harus mulai belajar, bahwa tidak semua hal boleh aku utarakan. Barang-barang dapur jangan disajikan ke ruang tamu. Setiap orang memiliki privasi dan rahasianya sendiri. Maka, bentuklah batasan cerita, gagasan dan opini sendiri mana yang boleh dibicarakan mana yang lebih baik di simpan saja. Diam itu emas, jika membuka mulut tidak memberikan manfaat. Berbicara atau bertindak itu permata jika dengan itu dapat merubah keadaan menjadi lebih baik.

Aku sudah 23 tahun. Hidup bukan sekedar tentang permainan semata. Bertindak kekanak-kanakan bukan menjadi kesalahan, hanya butuh ditempatkan sesuai dengan sikon dan porsinya saja.

Aku sudah 23 tahun. Tidak melulu terpaku dengan kritikan atau saran dari orang lain harus menjadi aku yang ini atau yang itu, harus begini atau harus begitu. Tegas berkata tidak kadang juga diperlukan. Ada saatnya kita tidak perlu menjadikan omongan orang lain menjadi standarisasi pribadi yang ingin kita bentuk, jangan pernah membiarkan kita hidup dalam impian orang lain. Merubah diri menjadi dewasa bukan berarti menghilangkan kepribadian kita yang sebelumnya. Apa yang menjadi nyaman untuk kita, itu yang dijalani. Apa yang dirasa mengganggu, itu yang dirubah. Dan perubahan tak hanya soal kesadaran dan omongan, butuh kesabaran dan konsistensi untuk melakukannya. Kita punya daya dan energi untuk melakukannya, selagi masih muda, selagi masih idealis.

Aku sudah 23 tahun. Hidup mandiri, segera bekerja, punya penghasilan, tidak bergantung pada orang tua sudah pastinya menjadi keinginan setiap orang dewasa. Menakutkan memang ketika dalam keadaan sinting, terpuruk, merasa tak berguna, masih saja merepotkan banyak orang. Sadar tapi bingung bagaimana hendak memulai untuk memperbaikinya. Itu hal yang lumrah terjadi, kan? Karena inilah hidup. Mengeluh dan terpuruk tidak memperbaiki keadaan. Jangan banyak mengeluhkan pekerjaan yang tidak bisa kita kerjakan, kerjakanlah hal yang bisa kita kerjakan tanpa banyak mengeluh. Hidup dalah tentang keproduktifan, bekerja, menghasilkan karya. Dan memberdayakan diri adalah bagian dari mensyukuri hidup. Bersyukur adalah cara terbaik menghargai dan mencintai diri sendiri. Mencintai diri sendiri adalah jalan membentuk diri. Membentuk diri adalah investasi masa depan. Karena hanya diri kita sendirilah yang mampu menjadi rumah, menjadi tempat kembali paling nyaman, sebab bergantung pada orang lain hanya akan menawarkan kekecewaan. Maka, mandirilah. Berdiri dengan kaki sendiri.

Aku sudah 23 tahun. Ada banyak keinginan yang hendak aku lakukan, ada banyak pengalaman yang mebentuk diriku sejauh ini. Gagal, dan selagi masih muda aku berhak merasakan dan menempa diri menjadi lebih tahan banting. Kecewa, aku masih akan banyak merasakannya lagi. Tapi setidaknya kekecewaan, kegagalan, kehancuran dan kesintingan atau segala hal negatif yang pernah aku alami tidak akan menjadi hal yang sia-sia belaka, semua yang pahit itu harusnya menjadi amunisi bagiku untuk lebih baik lagi. Aku memilih untuk bangkit. Aku memilih untuk bahagia. Aku memilih untuk terus memberdayakan diri, melampaui batas yang selama ini dibentuk oleh mindset-ku sendiri. Kita tidak pernah tahu sejauh mana kapasitas dan potensi kita jika hanya terus dilajur aman, perlulah kita melampaui batasan yang kita buat sendiri (Ls).

I’m warrior, I’m survivor, just break the limit and to be me. Because I’m not beautiful queen, I’m just beautiful me.


Komentar