AKU MENCINTAIMU




Apa yang aku ketahui tentang sebuah hubungan? Mungkin mudah menjadi pendengar lalu dengan sok bijak menuturkan nasihat dan merasa bangga ketika yang diajak bicara manggut-manggut mengiyakan. Manun hubungan tak hanya sebuah cerita, ada rasa yang bermain di dalamnya mengaduk emosi dan ego, kadang rasio tak diberi ruang untuk menyatakan pendapatnya. Sinting. Hanya menjadi wanita sodron yang merasa memiliki terhadap seorang laki-laki yang diakui dan mengakuinya. Nyatanya memang sebuah hubunngan, dipandang sesederhana apapun, tak pernah terasa sederhana.

Aku bingung harus menyatakannya bagaimana padamu, sayang. Sedang penyair menolak kata sebagai pengungkap cinta. Mereka bilang, cinta bukan tentang kata, tapi tentang perbuatan dan rasa. Tapi karena jarak ini, hanya ini bisaku, mengutus kata. Kata yang kian hari mulai berhamburan dalam kepalaku, mendesak untuk dieksresikan. Kata yang setiap kali menjadi tertuduh karena didesak oleh pikiran untuk menterjemahkannya.

Kata terbaca karena spasi. Jauh terbentang  karena jarak. Dirimu terasa karena ada rinduku.

Rindu. Suasana macam apa itu yang setiap waktu enggan membuyar. Membungkus pikiran yang kian hari kian tak terbantahkan. Aku merindukanmu, rindu yang selayak-layaknya rindu.
Aku ingin bercerita. Simaklah. Barangkali menarik, jika tidak abaikan saja tak usah kau selesaikan bacaanmu.

Selalu ada perbedaan diantara si wanita dan pria. Pernahkah kau tahu? Dalam suatu hubungan, si wanita mudah sekali emosional yang mungkin dapat diungkapkan secara berlebihan dengan kata kasar, tindakan kekanak-kanakan atau bahkan menuntut untuk putus. Tapi sebenarnya, ia hanya ingin dimengerti dan diperjuangkan. Bagaimana si pria hendak menghargainya dengan perjuangannya.setelah itu, dengan sedikit bujukan, si wanita sudah akan kembali lagi. Tentang si pria, aku tak tahu banyak tentang makhluk ini. Banyak yang bilang bahwa si pria ini selalu sabar meladeni, ada banyak perjuangan yang harus dilakukannya, mungkin. Namun ketika kesabarannya habis, ia menyatakan putus. Lalu benar-benar berakhirkah? Si wanita meminta maaf, mengajaknya untuk kembali, si pria enggan. Aku tak sebegitu mengerti tentang keduanya.

Pergi. Ia mulai berpamit untuk tidak lagi seperti dulu. Si wanita mulai muram. Mulai dihantui pikiran-pikiran asing yang tak tahu datangnya dari mana. Air matanya mulai mengalir, hujan ikut-ikutan latah membanjiri.

Hujan….. hujan dan lelaki sama jahatnya, pikir si wanita. Yang satu membuat matanya basah menangis, yang lainnya membuatnya basah menyembunyikan tangis hingga tak segan ia habiskan air matanya. Tapi terlambat. Sesal selalu saja begitu, bukan? Sibuknya hanya sejenak mengalihkan kerinduan dan penyesalan. Malam tiba, sibuk tak lagi ada, si wanita mulai berpikir tak keruan. Ternyata ia belum siap untuk benar-benar mengakhiri hubungannya dengan si pria. Ah, lagi-lagi aku kalah meredam amukan rindu. Kau pintar sekali menyiksaku. Siksaan nikmat yang enggan ditinggali meski sakit dan menyesakkan. Ya, aku hanya bisa mendendam dalam rindu. Karena seperti dendam, rindu harusnya dibayar tuntas. Si wanita itu hanya bisa berceloteh sinting.

Tapi si wanita tak urung menyerah. Muncul semangat yang ia surung-surung agar sedikit menghangatkan keberaniannya. Mungkin sudah waktunya aku belajar bagaimana rasanya berjuang, pikirnya. Tidak ada hubungan yang sempurna, yang membuatnya bisa terasa  sempurna hanyalah jika keduanya mau terus berusaha mempertahankan. Jika putus sekali dua kali saja sudah dianggap berakhir, itu berarti ia tak pandai mempertahankan. Lalu bagaimana bisa mengatakan di hubungan selanjutnya akan berhasil?

Hei, kamu. Kamu yang sudah berhasil menyadarkan aku dari banyak kesintingan. Bagaimana mungkin kau berfikir aku akan benar-benar menyerah setelah kau bilang tidak akan bisa seperti dulu atau kita bersahabat saja setelah ini? Aku masih belum mau menyerah. Maka, kini izinkan aku memperlakukanmu dengan baik, lebih baik lagi dari sebelumnya. Aku mencintaimu, tidakkah kau bertanya mengapa? Karena kau adalah kau. Aku menyayangimu, tidakkah kau meragukannya? Maka ragukanlah sesekamu, dan dapatilah aku masih tetap di sini mengharapkan dan menantimu. Ragukan sepuasmu hingga hilang keraguanmu itu padaku. Aku mencintaimu, jika masih kurang maka tambahkanlah dengan kau mencintaiku.


Sore…. Sebentar lagi senja akan menyiramkan kemilaunya yang menawan. Tidakkah kau bertanya mengapa demikian? Senja adalah cara matahari mengabadikan cahayanya dalam ingatan manusia. Karena cinta bukan tentang hal yang fana. Cinta bukan sekedar urusan kata, sehingga tak perlu kau pertanyakan lagi cinta macam apa yang aku rasakan padamu. Sebab cintaku tanpa jika, tanpa andai, tanpa ibarat ataupun adanya hingga. Karena cinta adalah sebuah kepastian.  Cinta adalah kita. (Ls)
 

Komentar