JATUH CINTALAH PELAN-PELAN

"JANGAN SOK TEGAR JIKA BELUM MENJADI ORANG YANG KUAT"
Mengaji pada diri sendiri. Mungkin benar, seorang manusia tidak akan sukses menjajal kehidupan dunia ini jika masih belum memahami diri sendiri atau kata lazimnya menemukan jati diri. Malam ini aku banyak berdialog dengan diri sendiri sepanjang jalan dari Delta menuju kosant. Semua kisah yang pernah aku alami, melintas begitu saja bak film yang sedang diputar dalam otakku, terutama perihal asmara. Ada banyak kisah yang aku ingat, entah tentang dua mantan dengan segala romantismenya, tentang berapa banyak lelaki yang pernah menyatakan perasaan sukanya padaku, atapun sudah berapa lelaki yang pernah membuatku menyukainya (meski pada akhirnya tak pernah mau memberanikan diri menyatakannya).
Hanya sedikit bernostalgia, ternyata peraasaan suka dan menyukai itu memang menyenangkan ya. Sekian satuan waktu aku berusaha menempa hati ini agar tau diri, dan hingga membuatku berhasil 3,5 tahun lebih untuk memilih ‘single’ bukan jomblo (meski beberapa orang menganggapnya hanya alibi. Hehe). Tapi bulan januari ini? Terlalu banyak ledakan cerita tentang si asmara. Ada suatu titik waktu dimana aku sering mengalami kesintingan karena terpedaya dengan yang namanya suka, cinta, atau apalah itu namanya, pertahanan 3,5 tahun itu sudah mulai goyah. Tapi semuanya itu tetap menyenangkan. Ya, januari yang penuh cinta. Haha. Seperti merasa aneh ya, sudah lama tak menulis curhatan seperti ini dengan penuh perasaan bungah seperti orang sinting karena jatuh cinta. Aku? Sedang jatuh cinta? Haha. Entahlah. Anggap saja iya, atau anggap saja tidak? Haha.
Katanya rasa mencinta itu membahagiakan, jenis bahagianya susah didefinisikan dan dilogikakan. Katanya, di tolak itu rasanya sakit, dan patah hati jauh lebih menyakitkan. Tapi menurutku tidak juga. Tinggal bagaimana pintar-pintar mengatur suasana hati saja sih. Tapi mungkin beda orang juga bakal beda sensitifitas perasaannya dalam menanggapi segala macam peristiwa dan rasa ya?
Seusai nonton film “Assalamu’alaikumm Beijing” bersama Sahabat Ila, ada banyak kisah asmara yang kemudian meminta diledakkan begitu saja. Semalam bersama Ila, mampu menyadarkanku ternyata aku lumayan cerewet ya. Padahal sudah sekian kalinya aku bercerita tentang kisah itu kepadanya, kepada sahabatku yang lain, tapi tetap saja indah untuk dikenang dan diceritakan. Meski sangat disayangkannya, kenangan hanya untuk dikenang, tidak untuk dirasakan kembali. Hehe.
Perihal romantisme? Ada part yang aku anggap kejadian paling romantis sepanjang sejarah asmaraku. Salah satu diantaranya adalah ketika si pertama, Yogi, berkata “Jangan suka menyimpan tangis sendirian lalu berpura-pura tegar, padahal kamu tidak benar-benar kuat. Ndak apa-apa kalau kamu menjadi wanita yang kuat atau wonder woman di hadapan semua orang, tapi jangan dihadapanku. Lalu apa gunanya aku sebagai kekasihmu?”. Ah, Yogi si pengagum angka. Kisah asmara yang begitu mengagumkan, menurutku, bahkan hingga kini aku masih tetap bangga mengenangnya, sekalinyapun ada kisah tragis di balik itu ketika surat yang aku kirimkan kemudian ia tulisi “AKU BENCI KAMU” dengan darahnya. Semoga kau bahagia dengan kehidupanmu saat ini. Yogi, lelaki yang aku kenal paling gentle sejauh ini, lelaki yang berani datang kerumahku sehari setelah jadian, esok harinya rela menunggu hampir 2 jam ku pulang sekolah dan mengantar pulang ke rumah, lalu esok harinya memperkenalkan aku kepada keluarganya. Gentle bukan? Hehe.
Atau romatisme si yang kedua, yang sering menuliskan puisinya di koran untukku. Rangkaian kata-kata indahnya, yang sampai saat ini tetap aku simpan menjadi satu dengan berbagai karya puisi dan cerpenku. Tapi kemudian berakhir tidak kalah tragis dengan kisah yang pertama. Ya, semoga kau juga bahagia dengan kehidupanmu saat ini, ustadz.
Tak perlu banyak waktu terbuang untuk menyesali ketragisan. Tak perlu banyak tenaga untuk mempertahankan apa yang sudah melepaskan diri. Hidup ini indah, bahkan terlalu indah jika kebahagiaan dunia hanya aku nikmati sendiri. Sebab aku hanyalah seongkok daging yang diberi nafas oleh Tuhan, dari sekian milyar umat manusia, dan setiap manusia itu pastilah memiliki masalah dan ceritanya masing-masing. Masalah mencintai tapi tidak dicintai itu tak usah dijadikan hal yang begitu menyakitkan. Masalah pantas atau tidak pantas untuk mencinta atau dicinta itu tak perlu difikirkan, biarkan ia mengalir begitu saja bak aliran sungai yang terus berjalan menyapa bebatuan, rerumputan di delta sungai, atau dedaunan yang jatuh dari pohonnya. Biarkan saja semua itu terjadi pada dirimu, ketakutan tak perlu dihindari. Cukup hadapi dan nikmati. Semakin berlari terlalu jauh, kadang saat hendak kembali, sudah tak punya daya atau tak tahu arah jalan pulang. Jadi, untuk apa mencari pelarian yang sempurna? Hehe.
Kesendirian memang menenangkan, tapi jika terlalu dalam terperosok bisa menyebakan kesintingan akut dan kronik. Kebersamaan memang selalu membahagiakan, tapi kadang perlu dijeda dengan kesendirian agar tak monoton dan bosan. Kebahagiaan hanyalah masalah persepsi, sehebat apapun masalahnya, jika difikir bahagia, ya itu yang akan dirasa. Kesenangan itu hanyalah masalah bagaimana kita mempermainkan nafsu. Nafsu tak selalu negatif. Nafsu terkadang perlu dalam kebuasannya sesekali, untuk merasakan bahwa mengontrol nafsu memang membosankan. Menjadi si sinting yang dapat dengan bebas melalukan hal yang disenanginya, bisa dijadikan alternatif membebaskan jiwamu, namun kesintingan itu harus diberi jadwal dan batas waktu agar tak rakus memakan jatah waktu untuk jadwal produktif lainnya.
Ada begitu banyak pertanyaan mengganjal dalam pikiranku. Meledak-ledak seperti kembang api. Apakah mungkin jatuh cinta pada orang yang hanya sekali bertemu? Terlebih belum pernah bertemu? Ya, memang aku pernah membaca sebuah artikel kimia bahwasanya proses jatuh cinta itu hanya 1/5 detik, jadi wajar jika kemudian banyak orang yang mengaku atau terjebak dengan istilah ‘jatuh cinta pada pandangan pertama’.
Apakah cinta kilat itu benar bisa terjadi? Dimana seseorang mengaku dengan yakinnya jatuh cinta hanya dalam hitungan hari? Bulan? Padahal ada yang pernah bilang jika ciri khas cinta adalah mengenali secara utuh objek yang dicinta. Apakah mungkin jatuh cinta pada seseorang yang sama sekali tak dikenal? Bahkan menolak untuk mencari tahu tentang si yang dicinta agar tak mencintai terlalu jauh, apa hal yang seperti itu dapat diterima?
Ada pertanyaan lain yang cukup menarik hari ini, “kalau sudah berkeluarga, kamu pengennya tinggal di Jatim atau ikut suamimu?”. Disebut menarik atau aneh, entahlah. Atau dibalik pertanyaan,”memang kamu mau pacaran?”, “kamu suka sama aku kan?”. Sejenis pertayaan-pertanyaan itu mana mungkin dengan mudah dijawab oleh seorang wanita? 
Ya, Januari yang menyenangkan. Hari yang menyenangkan. Malam yang menyenangkan. Tiba-tiba aku ingin mengakhiri tulisan ini dengan sebuah pesan menarik dari film “Perahu Kertas”, “Jatuh cintalah pelan-pelan, jangan sekaligus. Karena orang yang jatuh cinta itu biasanya tidak tahu bagaimana caranya melepas”. (Ls)

Komentar