PMII: MENGGERAKKAN PERGERAKAN



“Beri aku sepuluh pemuda, maka akan aku guncang dunia” –Bung Karno-
Pemuda merupakan tonggak elemental dalam pembangunan sebuah bangsa, maka tak salah jika kemudian Bung Karno berkata demikian. Pasalnya, tak dapat dipungkiri bahwa sejarah bangsa Indonesia tak lepas dari kiprah pemudanya. Hal itu bisa kita lihat mulai dari peristiwa Sumpah Pemuda 1928 hingga gerakan-gerakan mahasiswa yang selalu menuntut perubahan sejak tahun 1961, 1978, 1998, mahasiswa senatiasa menjadi garda terdepan dalam menyuarakan perubahan dalam dinamika politik tanah air. Sejak awal kemerdekaannya, Bangsa Indonesia dihadapkan dengan persoalan yang sangat komplek, persoalan yang menjadi target penyelesaian adalah kemiskinan, pengangguran, korupsi, dan bencana alam. Dengan keadaan bangsa yang memprihatinkan tersebut, semua pihak perlu untuk mencari jalan keluar (problem solving) untuk mengatasinya. Maka kemudian dikalangan mahasiswa muncul yang namanya organisasi pergerakan, salah satunya PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia).
Menyikapi hal yang demikian, PMII dalam paradigma gerakan yang dirumuskan, baik mulai dari Paradigma Arus Balik Masyarakat Pinggiran yang dicetuskan oleh Muhaimin Iskandar pada 1997, lalu beranjak pada Paradigma Kritis Transormatif (PKT), hingga pada Paradigma Menggiring Arus. Kesemuanya itu dimaksudkan sama, yaitu sebagai bentuk penegasan dari gerakan mahasiswa berupa menegakkan harkat dan martabat kemanusiaan dari proses sosial profan, melawan segala bentuk dominasi, penindasan dan hegemoni, membuka tabir pengetahuan yang munafik dan hegemonik dengan semangat yang dibawa Islam.
Berdasar dari semangat paradigma pergerakannya tersebut, kemudian PMII ikut turun mengambil peran terhadap konstelasi sosial politik Indonesia. Keterlibatan PMII ini bertujuan untuk mengubah tatanan sosial-politik yang tidak mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan. Lebih jauh, PMII diharapkan dapat bergerak untuk mengubah penindasan (kemiskinan) dan ketidak adilan menuju kehidupan yang lebih beradab.
Bicara tentang gerakan mahasiswa, termasuk juga PMII, paling tidak ada dua kondisi yang menyebabkan mahasiswa terlibat dalam kegiatan politik tersebut. Pertama, pemikiran yang mengatakan mahasiswa sebagai ujung tombak perubahan sistem sosial-politik. Dalil ini sendiri berangkat dari pernyataan bahwa mahasiswa sebagai komunitas yang lebih maju dibandingkan dengan komunitas masyarakat lainnya. Lebih maju karena mahasiswa mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Kedua, pemikiran yang menyebutkan mahasiswa adalah komunitas sosial yang lebih cepat merespon ketimpangan sistem politik. Umumnya, gerakan mahasiswa dipicu adanya penindasan secara struktural dari atas ke bawah, yang tak jarang menimbulkan krisis di masyarakat. (Adi Suryadi, 1999)
Ditilik dari sejarahnya, banyak bermunculannya organisasi pergerakan mahasiswa, umumnya merupakan underbouw dari partai politik (parpol). Semisal, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang berafiliasi dengan PNI, Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) yang berafiliasi dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) yang berafiliasi dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang berafiliasi dengan NU, Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) yang berafiliasi dengan Masyumi, dll. Kondisi ini kemudian menjadi tidak sehat ketika gerakan mahasiswa lebih menampakkan diri sebagai alat kepentingan sesaat dari elite (Ricklefs dan Dharmono, 2005).
Maka, PMII kemudian mengakhiri keterlibatannya dalam percaturan politik sebagai underbouw parpol ketika mendeklarasikan diri sebagai organisasi independen (keluar dari struktur NU) pada 14 Juli 1972 , yang dikenal dengan Deklarasi Munarjati.
Status independen ini kemudian membuat PMII dapat bergerak bebas dan dinamis sesuai dengan cita-cita organisasi yang diperjuangkan. Meskipun peristiwa dipergunakannya istilah Independen dalam deklarasi Murnajati seolah telah terjadi pembelahan diri anak ragil NU dari induknya, namun sejauh pertimbangan-pertimbangan yang terekam dalam dokumen historis, sikap independensi itu tidak lebih dari dari proses pendewasaan (Luthfian Taqwa, 2011).
PMII sebagai generasi muda bangsa ingin lebih eksis dimata masyarakat bangsanya. Ini terlihat jelas dari tiga butir pertimbangan yang melatarbelakangi sikap independensi PMII tersebut. Pertama, PMII melihat pembangunan dan pembaharuan mutlak memerlukan insan-insan Indonesia yang berbudi luhur, taqwa kepada Allah SWT, berilmu dan cakap serta tanggung jawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat. Kedua, PMII sadar akan perannya untuk ikut serta bertanggungjawab, bagi keberhasilan pembangunan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat. Ketiga, bahwa perjuangan PMII yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan idealisme menuntut berkembangnya sifat-sifat kreatif, keterbukaan dalam sikap, dan pembinaan rasa tanggungjawab. Berdasarkan pertimbangan itulah, PMII menyatakan diri sebagai organisasi Independen, tidak terikat baik sikap maupun tindakan kepada siapapun, dan hanya komitmen terhadap perjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskan Pancasila (Luthfian Taqwa, 2011).
Pada perkembangannya kemudian, PMII bersinergi dan mengalami masa-masa yang khas memproduksi orang-orang yang berani melawan secara frontal terhadap pemerintah yang ditandai dengan banyaknya gerakan advokasi, demontrasi dan perlawanan terhadap negara. Inilah bentuk sumbangsih PMII sebagai organisasi independen yang turut mengawal kondisi sosial politik Indonesia. Kedepannya, diharapkan PMII dapat menjadi organisasi pergerakan yang semakin kritis memperjuangkan tujuan dan cita-cita organisasinya, tidak ompong dimakan zaman ataupun terlindas oleh politik kepentingan, sehingga PMII kemudian tidak tenggelam atau hanyut diantara berbagai entitas tapi menjadi organisasi yang tetep tangguh menggerakkan paradigma pergerakannya sebagai rakyat pergerakan. (Ls)

Referensi:
Adi Suryadi Culla, 1999. Patah Tumbuh Hilang Berganti: Sketsa Pergolakan Mahasiswa
dalam Politik dan Sejarah Indonesia (1908-1998), Jakarta: RajaGrafindo Persada. Hal. 17

Luthfian Taqwa Ginanjar. 2011. Interaksi Sosial Antara Anggota Organisasi Ekstrenal  Kampus Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal. 45 

M.C. Ricklefs, Dharmono Hardjowidjono (pnj.), 2005. Sejarah Indonesia Modern.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hal., 406 dan 408

Novia Lestiana. 2013. Peran Organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kota Semarang dalam Meningkatkan Kepemimpinan Mahasiswa. Semarang. Hal. 7








Komentar