CSS MoRA DAN PMII: MASIHKAH KALIAN MAU MENERIMAKU?


            Suatu ketika aku pernah menguping pembicaraan ayahku dan ibuku ketika aku masih kecil, mungkin sekitar kelas 4 SD. Ayahku, yang bisa memprediksi sifat orang dengan hari dan tanggal lahirnya berkata bahwa sekalinyapun aku orang yang pintar, tapi ada 3 sifatku yang bisa membuatku takkan pernah dilihat orang, yaitu keras kepala, sombong dan egois.
            Kemudian dimasa kecilku yang sangat tomboy dan badungnya minta ampun, ayahku bercita-cita memondokkanku selepas SD. Namun aku berkelit tak mau, malah memilih sekolah SMP bersama teman-teman SD sebadungku dengan alasan aku tak punya orang yang aku kenal di pesantren. Dan baru setelah SMP aku bersedia nyantri.
            Ketika dipesantren, ada santri pindahan, katanya ia bisa membaca garis tangan. Dari situ akupun tertarik untuk mencoba, ada banyak tebakannya yang benar dan menjadi nyata, diantaranya aku akan nyambung dengan pacarku ketika SMP, ada dua kakak angkatan yang tertarik padaku, ada beberapa nama yang membenciku di pesantren salah satunya terkait dengan prestasiku dipesantren, dan yang paling membahagiakan adalah ketika ia bilang bahwa aku akan bisa kuliah di sebuah universitas yang besar hingga lulus (lulus masih menjadi wacana, semoga bisa tahun depan). Dan masih ada satu tebakannya dari pembacaan garis tangan kiriku, bahwa selepas umur 20 akan ada sahabatku yang akan menusuk dari belakang, membuatku dikecewakan dan sering menangis.. Aku berusaha untuk tidak mempercayainya, ya memang dia sendiri setiap membaca garis tangan orang selalu berkata bahwa tak perlu mempercayai tebakan/ramalannya karena hal itupun dilarang oleh agama.
            Beberapa tahun setelahnya, semakin banyak tebakannya yang mewujud jadi kenyataan. Ketika aku mulai menginjak umur ke-20, ada sedikit perasaan takut tentang tebakan itu. Dan ketika umurku mulai menginjak angka 21, aku bahagia karena aku tidak merasakan apa yang diramalkan oleh temanku itu. Tahun ke-20 ku berlalu dengan sangat menyenangkan, ada banyak hal yang membuatku seolah menjadi manusia paling bahagia di dunia ini, terutama saat mulai masuk di PMII. Segala keakraban itu sangat menyenangkan. Semua toleransi dan pengembangan diri yang terjamin bagi semua anggotanya. Solidaritas yang tinggi dan semua pengalaman itu, ya aku akui menjadi sangat menyenangkan, bahkan hingga membuaktku mengabaikan organisasi lainnya atau bahkan sampai pernah membuatku dengan senang hati mengorbankan kuliahku, aku lebih suka belajar filsafat dan bersedia belajar lebih banyak dari yang lainnya. Ya, aku menyukainya. Aku menyukai segala macam bentuk diskusi kritisnya, meskipun hingga sampai lewat jam 2 dini haripun tetap aku jalani, sekalinyapun keesokannya harus kuliah jam 7 pagi. Selalu tak mengapa bagiku. Aku senang berada dan bersama sahabat/i PMII.
            Banyak hal yang aku alami selama berproses di PMII. Aku yang dulunya kadang pemalu, lebih suka banya diam, dan merasa minder kuliah di UNAIR karena merasa kemampuanku tak seharusnya distandarkan dengan UNAIR. Kemudian aku berubah menjadi orang yang mulai berani banyak bicara, suka mengajukan diri dan selalu bersedia ketika diserahi amanah, entah menjadi koor acara, ketua panitia, pemateri ataupun pj. Aku semakin berani bicara. Aku semakin berani mengeluarkan identitasku yang sebenarnya. Yang sejak nyantri selalu berusaha aku tutupi dan bertopeng menjadi pribadi yang lain.
            Ya, masa-masa dipesantren membuatku sadar akan segala sifat burukku. Dan ketika itupun aku belajar untuk menutupi, menekan bahkan merubah segala sifat burukku. Aku yang terkesan cuek dan galak, katanya. Mulai belajar cara tersenyum pada orang lain ketika berpapasan. Mulai belajar sedikit bicara, bicara secukupnya saja, karena jika banyak bicara aku akan berubah menjadi monster yang sangat keakuan, dalam artian si ego dan si sombong mencuat kepermukaan. Aku belajar untuk membenci pujian agar si sombong tidak berjaya. Aku belajar menerima pendapat orang lain dan belajar menjadi followers yang baik agar keangkuhanku tidak menguasaiku. Tapi aku juga belajar menjadi orang yang berani bicara mengeluarkan pendapatku agar aku bisa mengasah sesuatu yang dianggap sebagai kepintaran itu tanpa memperlihatkan kesombongan agar diakui oleh orang lain. Ya, aku mulai berhasil mengatasi segala sifat burukku.
            Dan kemudian masuk dalam masa kuliah. Aku yang relatif bukan orang kaya dan merasa  bukan orang yang pantas dengan kualifikasi intelektual setingkat UNAIR, membuatku minder. Bahkan cenderung menghindar dari keramaian ketika di kampus. Jarang ikut kegiatan kampus kecuali yang aku suka seperti jurnalistik. Aku tak pernah lagi mengangkat tangan untuk bertanya kepada dosen karena takut malu dengan pertanyaanku yang dianggap bodoh oleh teman-temanku yang semuanya lebih pintar karena mereka berasal dari sekolah elit dengan tingkat pengetahuan yang melebihi pelajaran yang diajarkan di pesantrenku dulu akan pengetahuan umum. Dan jadilah aku yang sedikit bicara di kampus dan terkesan acuh dengan segala yang berhubungan dengan kampus. Memuakkan memang, tapi itulah yang terjadi. Dan bahkan sampai saat inipun aku tetap begini, sedikit peduli dengan kampusku. Maaf. Ya, aku ingin juga dekat dan akrab dengan teman-teman kelasku yang begitu solid dan terlihat menyenangkan itu. Tapi maaf, karena sejak awal aku sudah mengambil sikap demikian, jadi sudah terlihat terlambat jika kemudian aku bersikap menjadi orang yang ramai, banyak bicara dan ceria dihadapan mereka. Maaf.
            CSS MoRA, organisasi dan keluarga pertamaku dikampus. Dari awal maba, aku berusaha sebisa mungkin untuk menjadi bagian dari kepengurusan di dalamnya sebagai salah satu usaha untuk mengenal semua keluargaku ini, sehingga aku memilih masuk di PSDM, dimana urusannya adalah kaderisasi dan memegang database organisasi, yang mana dapat membuatku mengenal sebanyak mungkin keluargaku. Aku selalu berusaha hadir disetiap kegiatannya meski hadirku tak banyak membuat perhatian atau sapaan, karena aku lebih banyak diam saja. Ya, tahun pertama kuliahku, aku menjadi orang yang sedikit bicara dan terkesan pasif ditiap kegiatan atau rapat, hanya hadir tanpa memberikan argumen atau pendapat. Aku hanya penonton, tak mengapa.
            Ditahun kedua, aku memilih menjadi staf di P3M, dengan tujuan untuk mulai belajar konsep pengabdian dan lebih banyak berurusan dengan dunia luar CSS. Aku melaluinya dengan lumayan menyenangkan. Di tahun ketiga, aku masih tetap bertahan di CSS, aku masuk di departemen KOMINFO. Di sini, kehadiranku mulai merenggang, alasannya adalah semakin bertambahnya organisasi yang aku ikuti, salah satunya yang mulai menyita banyak waktuku adalah PMII.
            Aku mulai resmi menjadi anggota PMII sejak mei 2013. Satu kegiatan yang membuatku sangat tertarik adalah diskusi filsafatnya. Bahkann aku bersedia menjadi pemateri meski aku sendiri tak paham, dan aku bersedia mencuri waktu belajarku difarmasi untuk mempelajari materi diskusi filsafat, baik aku jadi pemateri ataupun tidak. Beberapa bulan setelahnya aku ditunjuk untuk menjadi koor acara  RTK. Inilah pertama kalinya aku menjadi koor. Sebelumnya aku hanya selalu menjadi staf saja. RTK ini kemudian meyita waktuku keterlaluan, ngopi hingga jam setengah 3 dini hari hanya untuk mendiskusikan  konsep baru yang hendak dilakukan.
            Paska terpilihnya ketua komisariat baru, aku tak melewatkan kesempatan untuk ikut andil dalam kepengurusan, aku masuk menjadi sekdiv intelektual sembari juga akti dikepengurusan rayon. Sejak dari kepengurusan inilah aku memulai metamorfosisku. Aku mulai berani membicarakan apa yang menjadi pendapatku. Aku tak lagi menjadi orang yang hanya diam ketika dalam forum. Di sinilah aku mulai sadar bahwa aku bukanlah orang yang pantas untuk minder menjadi mahasiswa UNAIR. Ya, aku juga bisa mengeluarkan pendapat yang dibenarkan oleh orang lain. Aku mulai mensugestikan diri bahwa aku bisa menjadi apapun dan melakukan apapun asal aku mau. Potensi sombong mulai tampak. Aku mulai menjadi orang yang tak suka disalahkan. Mulai berbicara dengan nada mengintimidasi, katanya. Mulai berbicara seperti orang yang sok pintar, katanya. Mulai menjadi orang yang banyak bicara dan tampil menjadi si ceria dan gampang menarik perhatian orang dan gampang mencari teman, katanya.
            Hingga akhirnya, RTK kembali digelar. Dimana kali ini aku ikut berperan menjadi calon ketuanya. Pasca kontestasi, aku diminta menjadi ketua 1, tapi aku meminta posisi ketua 2. Proses sejak RTK hingga fiksasi struktur berjalan agak sedikit menyebalkanku. Aku yang kemudian menjadi orang yang dengan lantang menyuarakan apa yang menurutku tak seharusnya, mulai rentan dikuasi ego. Apa yang tidak sesuai dengan keinginanku, aku suarakan. Dan aku menjadi orang yang menyebalkan. Tapi aku berdalih, semua yang aku inginkan sesuai dengan yang seharusnya.
            Berbagai adat kebiasaan dan pelanggaran yang sebelumnya dimaklumi, mulai perlahan ingin aku ubah. Namun semuanya sirna ketika ego dan keangkuhanku kembali merasukiku hingga memutuskan untuk keluar dari struktur kepengurusan tepat seminggu sebelum pelantikan. Di sinilah aku mulai sering menjadi orang sinting yang gampang sekali dikuasai 3 sifat burukku yang sejak lama selalu aku tepis dan perangi. Ego, kesombongan dan keangkuhan itu tampil menguasaiku, menjadikanku orang yang gampang disakiti, gampang merasa dikecewakan, gampang meledak emosinya, tak mau mengalah, tak mau malu, tak mau diabaikan, harus selalu menajdi orang yang diperhatikan. Ya, dasar monster bukan?
            Kata teman-teman farmasi, sudah bipolar (memiliki kepribadian ganda). Ada kalanya aku menangis lama hanya karena masalah sepele, dan sebab utamanya adalah si angkuh yang tak pernah mau dikalahkan atau si ego yang tak pernah mau untuk mengalah atau diabaikan. Padahal siapa aku? Aku bukan siapa-siapa yang harus terus mendapat perhatian dan diagungkan segala usul dan pendapatnya. Ada kalanya aku melupakan sakit hati itu lalu kembali ngopi dengan riang. Menjadi pribadi yang gampang melupakan kealahan orang dan gampang memaafkan. Itu sulit tapi menyenangkan.
            Segala macam bentuk kekecewaan selama di PMII membuatku semakin muak. Segala airmata yang keluar karena PMII membuatku semakin sumpek. Sering tiba-tiba si ego menguasai pikiranku untuk meninggalkan PMII saja. Untuk apa terus mempertahankan sesuatu yang seringnya membuatmu sakit. Kadang segala kejadian pasca keluarnya aku dari kepengurusan komisariat membuat pikiranku tertuju pada ramalan temanku tadi, tentang pasca umur 20. Sahabat yang akan membuatku dikecewakan dan sering membuatku menangis. Entahlah, itu hanya pikiran bodohku.
            Hari ini aku sadar. Bahwa 3 sifat buruk yang pernah aku dengar dari ayahku sendiri memang benar-benar buruk sekali. Ketiganya membuatku gagal berorganisasi, gagal bersahabat, gagal berproses dan ataukah juga gagal menjadi penguasa atas diriku sendiri? Aku tak berdaya dikeroyok 3 sifat buruk itu. Sampai dengan saat ini, aku sadar. Banyak hal yang tak seharusnya aku mengambil keputusan demikian. Tapi mau bagaimana lagi? Semua sudah terjadi dan waktu tak bisa seenaknya saja diulang. Karena aku hanyalah makhluk 3 dimensi, bukan 4 dimensi yang bisa kemanapun tanpa dibatasi oleh waktu. Memperbaiki mungkin pilihan yang tepat. Tapi bagaimana caranya? Adakah yang bisa memberitahuku?
            Tentang CSS dan PMII. Ya, aku masih mau berproses di dalamnya. Keluargaku, sahabatku! Bantu aku untuk berproses menjadi lebih baik lagi. Bukan menjadi orang yang dikuasai oleh 3 sifat buruk itu. Aku ingin berubah. Dan aku bersedia mneguasahakannya jika ada orang-orang seperti kalian yang bersedia menjadi pengingat dan pengajarku. Apakah kalian masih mau menerima orang sepertiku? yang sering membuat ulah dan berubah menjadi si sinting yang dikuasi si 3.
            Ya, sejujurnya aku rindu memiliki seseorang yang kepadanya aku bisa mneyandarkan segala sesuatunya yang berhubungan dengan kedirianku. Seseorang yang bisa mengerti diriku dan melawan penerimaan apa adanya aku, namun membuatku belajar menjadi apa adanya aku yang seharusnya. Ya, aku masih sangat berharap ada seseorang yang demikian. Yang rela mengurusi orang sinting sepertiku. (Ls)  

Surabaya, 11 oktober 2014 pukul 20:25 WIB

  



Komentar