AKU DAN KEAKUAN



Aku dan keakuanku hanyalah satu diantara banyak milyaran aku dan keakuan manusia lainnya.

Aku dan keakuanku berbalut keegoisan yang susah melihat lebih dari satu kesubjekan. Aku dan keakuanku, adakalanya terkulai lemah membiarkan kegagalan mencincang. Kadang pula bersikeras meraih keberhasilan. Aku dan keakuanku masih belum sampai pada kesepakatan bahwa segala sesuatunya harus berjalan sempurna. Ada banyak hal yang kadang aku biarkan berlalu begitu saja tapi keakuanku mempersalahkan atau menyalahkan aku hingga aku dibuat gila olehnya. Ada saatnya aku malah kalah berdebat dengan keakuanku hingga membiarkannya menguasai segala sesuatu yang oleh orang lain disebut diriku.

Aku dan keakuanku. Entah suatu keanehan atau keunikan yang dimiliki oleh aku dan keakuan orang lain. Hanya saja keanehan ini terkadang terlalu unik atau bahkan keunikan ini terlalu aneh?
Apa dan seperti apa sebenarnya manusia itu? Wilayah berfikir dan berangannya masih belum sampai pada kata sepakat untuk dimengerti alur berjalannya. Ada banyak hal yang terlalu membingungkan bagiku atau memang aku yang susah menerima pemahaman? Bagiku boleh saja manusia menerima keakuannya, tapi menarik sekali saat ada si dia yang tak sekedar mengakui keakuanya tapi juga keakuanku dan keakuan orang lain. Sebenarnya sampai dimana batas-batas kemampuan manusia dengan segala keakuannya itu?

Alam semesta ini masih terlalu rumit untuk dimengerti oleh manusia macam aku. Karena rumitnya aku dan keakuanku saja aku sudah dibuat kesal tiap harinya. Meladeni atau hanya didiamkan melihat perang si aku dan si keakuan, mengapa harus demikian? Jika segala perbedaan disatukan dengan harmonis dengan yang namanya keindahan, lalu apakah aku masih belum menemukan yang namanya keindahan itu hingga belum mampu mengkomposisikan secara tepat mana yang harus lebih banyak antara aku dan keakuanku?

Ada banyak komposisi dari yang namanya ego, katanya. Ada banyak strategi untuk mengendalikan ego, katanya. Adakah yang bisa memberitahuku bahgaimana caranya itu?

Semakin hari semakin sesat saja diriku memahami aku dan keakuanku. Banyak yang benar dan salah yang oleh banyak orang katanya dapat dibedakan layaknya hitam dan putih, tapi mengapa kadang banyak hal antara baik dan buruk itu bercampur berwarna abu-abu semuanya hingga terbang bagai abu meninggalkan alam pemahamnku, meninggalkan aku dan keakuanku yang payah tak mampu memahaminya. Segala keabu-abuan itu tertawa mengejek, sementara diriku lelah melihat pertikaian aku dan keakuanku mempersoalkan si benar dan salah.

Aku dan keakuanku, apakah sama dengan aku dan kekakuanmu?

Aku tak berani mengaku mengenal dirimu, terlebih memahami kamu dan keakuanmu. Tapi jika kau bersedia mengajariku tentang bagaimana kamu dan keakuanmu yang menawan dan harmonis itu, apakah aku diperbolehkan meminta sedikit bagian dari lakon kamu dan keakuanmu dalam cerita hidup kita?

Kita dan segala kebersamaannya lalu kemudian seolah menyatu tanpa ada perbedaan. semua berjalan begitu harmonis dan gampang untuk aku mengerti. Bahwa kebersamaan ternyata lebih mudah dari pada kesendirian. Mengapa bisa demikian? Padakal kita adalah gabungan antara empat unsur, aku dan keakuanku serta kamu dan keakuanmu. Lalu apakah mungkin aku dan kekauanku takkan pernah dimengerti sebelum bersatu dengan kamu dan keakuanmu? Bisa saja demikian. Karena satuan universalitas bukan terbentuk dari unsur tunggal si aku dan keakuanku akan sesuatu, sebab satuan universalitas itu terbentuk dari sejumlah tak terhitung aku dan keakuan banyak manusia, dan sesuatu lainnya yang mungkin masih banyak yang belum terindentifikasi.

Dari segala macam kegilaan, mungkin konsep aku dan keakuan ini yang masih bertengger manis di posisi teratas. Ya, aku dan keakuan. (Ls) 







Komentar