AKU BELUM BISA MUNAFIK

Manusia. Selalu banyak sisi misterius dan ruang gelap yang tak jua bisa terjamah oleh manusia lainnya. Komunikasi antar manusia satu dan lainnya mutlak diperlukan karena masing-masingnya tak pernah bisa benar-benar hidup sendiri. Dalam tiap komunikasi dan interaksinya pastilah ada negatif dan positifnya.
Hidup dan kehidupan terus beranjak dengan gaya dan karakteristiknya masing-masing. Begitu pula aku. Sudah menjadi pengetahuan umum jika ada orang yang ramah, ada yang cuek. Ada yang baik, ada yang jahat. Ada yang murah senyum, ada yang sepanjang hidupnya mahal menampakkan senyumnya. Ada yang suka berbicara panjang lebar, ada yang pendek seperlunya. Ada yang menyenangkan ada yang menyebalkan. Ya, begitulah manusia. Tapi aku, meski mengerti dunia yang dihuni berbagai macam karakter manusia itu, aku tak pernah benar-benar bisa menanggapinya secara biasa saja. Aku masih belum bisa membiasakan diri menghadapi orang yang bagiku menjengkelkan atau mengesalkan. Aku belum punya alasan atau belum bisa menahan diri menjauhi atau meminimalisir berkomunikasi dengan orang yang aku tidak suka, yang aku benci.
Aku belum punya alasan untuk mencegahku dari meluapkan emosi ketika aku marah.
Aku masih belum menemukan alasan merasa baik-baik saja dengan gaya komunikasi yang dingin, datar, pendek dan menusuk.
Aku masih belum menemukan alasan untuk mencegah airmataku meluap ketika aku merasa sakit hati.
Aku masih belum bisa terbiasa berhadapan dengan orang yang aku benci. Aku tak pernah bisa menyebunyikan apa yang aku rasakan. Selalu saja hati dan perasaan ini terlalu jujur dengan perilakuku. Aku masih belum bisa bermuka manis dihadapan orang yang menyebalkan. Aku masih belum bisa bertahan dalam forum yang menurutku tak berguna.
Aku masih belum bisa menjadi orang munafik yang bisa berkata beda dengan yang ia fikir dan ia rasakan, yang bisa berperilaku beda dari apa yang jadi prinsip dan pikirannya, yang bisa dengan gampangnya mengingkari janji dengan alasan yang seolah dibenar-benarkan.
Aku masih belum bisa menjadi manusia hipokratik yang cenderung pragmatis dan apatis.
Sungguh, jika bisa. Saat ini ingin rasanya aku menjadi orang munafik yang tak perlu menangis ketika perasaannya disakiti. Yang tak perlu merasa risih bertemu dengan orang yang menyebalkan dan menjengkelkan. Tak perlu berkata kasar dan tak ramah ketika berhadapan dengan orang yang kasar dan tak ramah. Aku masih belum bisa menjadi perempuan yang selalu bermuka manis dan lemah lembut.
Aku masih belum bisa jadi orang munafik karena aku masih belum menemukan alasan bagiku untuk menjadi orang munafik. Aku fikir tidak salah jika apa yang aku lakukan sesuai dengan apa yang aku rasa. Jika tak sedang enak hati, tak perlu memaksa ramah dan tersenyum. Jika sedang marah, tak perlu menahannya. Jika membenci orang tak perlu menyembunyikan kebencian itu.
Aku rasa manusiawi kan merasa dan bersikap begitu? Aku manusia yang memiliki plus minus, kekurangan dan kelebihan. Aku tak bisa dan tak mau menyembunyikan minus atau kekuranganku hanya karena ingin dipandang plus-nya dan lebih/unggulnya. Inilah aku yang masih tetap berusaha menjadi apa adanya aku. Tak perlu menyembunyikan sikap burukku untuk membangun image baik.
Jadi, aku tak bisa dan tak mau untuk bisa menjadi orang munafik. Inilah aku yang gampang sakit hati. Inilah aku yang bersuara tinggi, yang gampang meledak emosinya, yang anggkuh dan susah diaajak kompromi.

Komentar