BEGINIKAH RASANYA KALAH?


            Disetiap kompetisi pasti akan ada yang menang atau dimenangkan dan kalah atau dikalahkan. Menyikapi isu dan cerita dibalik RTK. Ada banyak pertanyaan ganjal yang kemudian mulai terjawab, forum ngopi semalam yang dimulai dengan dua buah artikel opini Kompas yang berjudul “Mengantisipasi Luka,” dan “Teologi Kebencian” memberikan arah pembicaraan terhadap pasca kontestasi RTK, terlebih di situ turut hadir dua calon yang kalah.
            Mengantisipasi luka, memang benar. Yang namanya kalah, walau bagaimanapun memang tidak mengenakkan. Sekalinyapun sebelumnya sudah tahu akan dibawa kemana hasil suara. Tapi inilah kompetisi, selalu ada yang kalah dan yang menang. Tidak mungkin untuk memenangkan semuanya atau kalah semua tanpa ada yang menjuarai. Ya, dari dulu begitulah yang namanya kompetisi. Yang namanya kalah tetap saja kalah, sekalinyapun pada kondisi tertentu ketika ego dan emosi menguasai, mencari celah untuk menyalahkan pihak yang menang seolah dimaklumkan. Tapi tidak begitu adanya. Apakah ketika memaki dan melampiaskan ketidakpuasannya, semua masalah akan beres? Ternyata tidak. Tidak semudah itu, karena terkadang kita salah sasaran melampiaskan ketidakpuasan dan kekecewaan itu.
            Yang menang biarkan saja ia melanjutkan estafet tampuk kepengurusan, yang kalah hendaknya tidak melupakan kontribusi aktifnya demi perbaikan kepengurusan selanjutnya. Toh, cita-cita mulia dari sebuah organisasi adalah melakukan perbaikan bukan mempertahankan patologi budaya. Jika yang kalah dan yang menang bisa berjabat tangan lalu saling membahu memperbaiki apa yang perlu dibenahi, alangkah indahnya PMII. Alangkah indahnya organisasi ini akan berjalan ke depannya. Tak usahlah bergumam kecewa atau sakit hati jika kalah. Toh kalah atau gagal itu sudah hal yang lumrah dialami oleh manusia, kalah bukan berarti gagal, gagal bukan berarti kalah. Segala bentuk pengalaman itu akan terakumulasi membentuk pribadi yang lebih baik lagi. Lebih jau lagi, cita-cita ideal PMII untuk menjadikan kadernya militan bukanlah hal yang mustahil dicapai.
            Teologi kebencian. Jika hal ini diterapkan hingga mengakar ditiap hati dan sanubari setiap insan yang kalah atau gagal dalam kompetisi, mau jadi apa PMII ini. Mau jadi apa Indonesia ini jika manusianya hanya siap menang dalam kompetisi, tidak siap kalah meski sejak awal sudah melihat kemungkinannya untuk kalah. Bahkan kesempatan menang sangat kecil. Benci hanya akan membuat keadaan semakin memburuk. Benci haya akan membawa patologi budaya menjadi semakin kronis dan akut. Benci hanya akan membuat PMII ini semakin jauh dari harapan, cita-cita dan keinginan. jadi, tak perlulah menaburi luka dengan benci.
            Memang. Kalah bukanlah perasaan yang menyenangkan. Tapi bukankah akan menjadi hal yang sangat indah jika ketika kalah atau gagal, kita lebih legowo menerima kenyataan bahwa bisa saja Allah merencanakan skenario yang lebih indah dibalik kekalahan itu. Bisa saja memang belum waktunya aku atau siapapun yang berada dalam posisi kalah untuk mengemban amanah seberat itu. Toh sejatinya amanah itua dalah bencana, kan? Lalu mengapa harus bersedih dan merasa dongkol saat bencana itu tidak jadi dibebankan dipundak kita?
            Ibarat kata, hidp ini adalah permainan. Segala cara tersedia hingga beribu kemungkinan dan peluang bisa diciptakan untuk mewarnai permainan tersebut. Menjadi sebuah pilihan untuk kita bermain serius atau menikmati permainan dengan segala aksen tak terduganya. Hidup itu adalah permainan. Bermainlah dengan sungguh-sungguh tapi jangan dipersungguh. Karena sesungguhnya kesungguhan kadang akan lebih menyakitkan ketika ternyata mengantarkan kita pada kekalahan. Bersikaplah seperti manakala kita bermain, saat kalah maka kita akan mencari lain waktu untuk berusaha memenangkannya. Jika kita menang, maka bergegaslah untuk menaklukkan permainan level selanjutnya.
            Maka dalam kontestasi setelah RTK ini, kalah menang bukanlah akhir dari segalanya, tapi awal dari segala cerita dikepengurusan ini. Seperti apa si pemenang akan berkiprah dan menjadi simbol kepemimpinan PK PMII Airlangga selanjutnya? Sejauh mana kontribusi yang mampu dicapai oleh pihak yang kalah dalam mengiringi perbaikan dan kerja keras dalam kepengurusan yang akan dipimpin oleh orang yang dimenangkan? Maka, akan sangat menjadi bijak sekali jika kebencian dan luka itu tak perlu dikorek. Cukup meluap dibeberapa saat saja dan segera padamkan agar tak berkobar membakar sesuatu yang tak seharusnya dibakar.
            Saling menyemangati dan saling bekerjasama untuk bekerja keras demi masa gerak 2014/2015 ini adalah suatu keharusan. Nah, semangat seperti inilah yang akan menjadikan kita (PMII) sebagai organisasi pergerakan yang akan benar-benar bergerak maju bukan sekedar bergerak jalan di tempat.
            Aku pernah baca perihal semangat. Jika kau sedang tak memiliki semangat, tak harus kau meminta dan mencarinya. Cukup kau berikan semangat pada orang lain, meski kau tak punya. Maka rasakanlah keajaiban kata-katamu yang akan menantangmu kembali bersemangat pula. Karena itulah rahasi semangat, tak perlu meminta, meski kau tak punya, kau bisa memberikannya dan kau akan mendapatkannya pula. (Ls)

Sekali bendera berkibar
Hentikan ratapan dan tangisan
Mundur satu langkah adalah salah satu bentuk pengkhianatan
Salam pergerakan!!!



Komentar