ANALISIS WACANA


Pemateri: Arif Akbar, Ilmu Komunikasi 2008 UGM

                Dalam analisis harus memperhatikan validitas dan reabilitas. Jika ingin menguji  validitas, bisa menggunakan semacam voting sheet atau kerangka penelitian. Semakin kerangka penelitian tersebut bisa digunakan untuk penelitian yang lain lagi maka semakin valid. Sementara untuk menentukan reabilitas, penelitian ini bisa diuji waktu atau tidak? Bisa disebut pula reabilitas konstruk atau kesepakan oleh peneliti yang berangkat dari teori untuk membongkar atau melihat teks itu semakin reliabel atau tidak. Turunan analisis kritis ini ada analisis wacana, analisis freming, dan etnografi. Etnografi bisa berangkat dari positifis dan konstruktifis.
                Sebelum melakukan analasis kita harus menentukan paradigma yang dibangun hingga nantinya akan berpengaruh pada jenis penelitian, karakteristik setiap penelitian maupun teori dan operasionalnya.

Preface: Paradigma
Teori Kritis -> positif/empiris
       Disebut pula analisis isi kuantitatif. Kebenaran dilihat dari konteksnya. Contohnya, pada zaman orde baru bagaimana sebuah normalisasi (Pembangunan) harus dipertayakan dari segi historisnya.
       Dalam ranah positifis atau empiris, validitas dan reabilitas sangat penting. Penelitian positifis ini turunannya adalah survey atau analisis isi. Sementara dalam analisis kritis sebuah kebenaran keandalan penelitian atau analisis wacana kritis tidak hanya dilihat saat kita melakukannya sekarang, tapi kebenaran itu dilihat dari konteks yang saat ini ada dan yang sedang berkembang dimasyarakat. Contoh kasusnya pada normalisasi saat orde baru, yaitu tentang pembangunan akan tercapai dengan baik ketika semua tertib, normal, dan baik. Kita harus melihat sebenarnya hal tersebut muncul sejak kapan? Mengapa itu muncul? Degan kata lain kita harus melihat kebenaran historis. Sebenarya kebenaran historis ini berangkat dari pemikiran Karl Marx yang kemudian oleh Marx kebenaran digolongkan menjadi dua yaitu, kebenaran historis dan kebenaran materialis.
Positifis harus melupakan objektifisme.
       Dalam survey -> merumuskan masalah -> kerangka pikiran (teori)-> definisi operasional positifis.
       Teori harus diturunkan hingga kita tidak boleh melakukan pertambahan nilai karena teori tidak boleh bertentangan. Kita harus melihat keberimbangan yang diturunkan lagi pada narasumber yang dipakai dan seberapa banyak kutipannya. Jika dalam teori kritis kita akan lebih banyak melihat isi kutipan kadang kala kita akan bingung menentukan kutipan yang baik itu seperti apa? Maka dari itu, dalam teori postifid hal ini dilakukan agar tidak bias dalam menurunkan definisi operasional.
Teori Konstruktifis    
       Contoh lain yang bisa menjadi pembeda antara Positifis dan Kontruktifis, semisal saya melihat spidol ya itu adalah spidol, saya tidak melakukan pertambahan nilai seperti ini benda kesayangan saya yang saya bawa kemanapun. Jika  melihat benda dari pertambahan nilainya maka saya berangkat dengan metode kontruktifis dengan melihat realitas ini. Ketika lebih banyak menggunakan tafsir dalam kejadian sehari-hari maka berarti teori tersebut berangkat dari kontruktifis kritis.
       Contoh lainnya Semisal pada bencana, ketika bencana kelud, sehari setelah bencana SBY langsung turun melihat keadaan, sedangkan pada bencana Sinabung, butuh berbulan-bulan SBY turun melihat lokasi bencana. Ini akan dipertanyaan secara paradigma kritis. Jika kita melihat dari sudut pandang kontruktifis, ini mengapa bisa seperti ini? Apakah ada pertambahan nilai yang memicu tindakan SBY. Jika kita melihat dari sudut pandang postifis, ya hal itu hanya masalah waktu saja.
       Analisis positifis dan kontruktifis bisa berubah karena keduanya berdasarkan kecenderungan dan bersifat akumulatif. Yang penting saat kita melakukan penelitian, jika kita melakukan penelitian yang sifatnya besar kebanyakan diri kita akan cenderung inklut dalam wilayah kritis atau nonpositifis karena kita merasa ikut secara langsung dalam penelitian.

Analisis wacana
       Analisis wacana adalah sebuah ide yang tidak real yang hanya diketahui ketika memberikan atribusi atas pemaknaan teks tersebut. Analisis wacana berangkat dari analisis positifis dan kontruktifis (perbaikan asumsi oleh kaum positifis). Analisis wacana muncul sekitar tahun 1970.
CDA (critical discourse analysis)
       Ada lima tokoh dengan teorinya namun teori yang paling besar dari CDA ini yaitu Fuckolt dan Althuser.
#Fuckolt
       Menurut Fuckolt, wacana ditujukan untuk mendisiplinkan orang-orang. Teks diciptakan untuk menormalisasikan. Membentuk imaji atas orang-orang akan cenderung melakukan  dekonstruksi bukan perlawanan. Dekontruksi ingin merubah atas pemaknaan sesuatu. Semisal dalam orde lama orang yang berambut panjang dikonotasikan buruk. Kenapa bisa muncul? Padahal tidak ada undang-undang yang melarang orang berambut panjang. Jika menggunakan kacamata Fuckolt, hal tersebut diakibatkan pada saat melihat berita-berita bahwa ternyata berita kriminal dari jaman orde baru sampai sekarang selalu orang berambut panjang. Padahal tidak tentu, tapi ketika ada orang yang berambut panjang pasti si penulis berita akan menambahkan atribusi terhadap pelaku. Semisal, si A mencuri kambing di rumah X. Tapi ketika kita menggunakan teori Fuckolt untuk menjelaskan hal ini, pasti kalimatnya akan berubah menjadi lelaki berambut panjang itu mencuri di rumah X.
       Dalam bukunya, pada abad ke-18 di Eropa terdapat penggantian UU di Eropa yang isinya penghapusan atas hukuman cambuk dan penggantian hukuman penjara. Fuckolt menangkap ada politik kepentingan di sini karena kebanyakan yang dihukum adalah orang-orang borjuis. Sehingga Fuckolt beranggapan bahwa wacana itu untuk mendisiplinkan individu. Setiap orang harus didisiplinkan.

#Althuser
       Dalam teks selalu ada pihak-pihak yang harus dimarjinalkan. Penelitian yang menggunakan teori Althuser ini biasanya untuk meneliti feminis dan rasis. Contoh kasus:
(-) wanita di bar itu diperkosa seorang lelaki hidung belang.
Bedakan dengan
(-) gadis mungil SMA itu diperkosa oleh lelaki hidung belang.

Kasusnya sama-sama diperkosa, namun yang bisa dibenarkan yang mana? Wanita yang bekerja di bar atau gadis mungil SMA itu? Pasti jawabnya wanita yang di bar. Padahal tidak wajar meski pemerkosaannya di bar.
       Contoh lain semisal ada wanita memakai rok mini di pinggir jalan, secara kontruktifis kita akan berasumsi bahwa dia PSK, padahal kenyataannya belum tentu demikian. Ini terjadi karena pikiran kita sudah terlanjur terkontruktifis demikian. Langsung justment. Inilah bahayanya wacana, karena bersifat abstrak, laten, bahkan wacana tidak membutuhkan undang-undang tapi kita bisa langsung menghakimi seperti itu.  Ada sisipan ideologis. Ada beberapa subjek yang terlihat dalam teks. Di sini dominasi terlihat jelas.

#Teuku Vandijk (teori komuniti sosial).
Unsur yang dilihat ada tiga hal yang sifatnya berlapis-lapis.
 









       Setiap teks dalam media sosial dipengaruhi oleh koknisi (wartawan dan pembaca), dalam analisis wacana akan muncul kuasa atas teks dan kuasa atas struktur teks. Kuasa atas teks berada pada ranah pembaca. Biasanya menggunakan studi efek. Kuasa atas struktur teks berada pada ranah produksi berita. Kesulitan analsisi wacana jenis ini adalah korelasi antar keduaya karena harus melihat kemungkinan efek yang muncul dalam produksi berita tersebut. Dalam analisis wacana pun harus mempertimbangkan proses dan dampaknya. Studi efek atau kuasa atas teks melihat kemungkinan tafsiran yang mungkin timbul ketika dibaca.
       Struktur teks bisa dilihat dari latar belakang wartawan/penulis. Semisal si penulis adalah orang sosiolog akan berbeda cara menuliskan beritanya dengan orang komunikasi atau perbedaan gender sang penulis/wartawan. Kebanyakan wanita dalam menulis berita akan cenderung membela wanita. Berbeda dengan laki-laki yang kebanyakan yang penting dapat berita. Namun dalam cara penulisannya bisa jadi akan cenderung mengobjekkan wanita. Kalimat-kalimatnya akan cenderung pasif.
       Dalam koknisi sosial  terdapat lapisan penelitian yang lebih dalam yang berangkat pada Sumaker And Rease dengan bukunya yang berjudul “media thing the message”.
1.       Individu wartawan. Kita melihat bagaimana sebuah berita bisa sampai pada pembaca. Misal kita melihat dari segi etnis, agama, dan jenis kelamin.
2.       Lingkungan kerja. Melihat jabatan semisal apakah dia penulis, wartawan lapangan, redpel, dll.
3.      Internal kerja atau organisasi. Contohnya orang-orang yang bekerja di majalah tempo akan berbeda dengan kondisi internal kerja dari orang-orang yang bekerja di Jawa Pos. Dipengaruhi oleh peraturan orgaisasi atau semacam SOP. Masuknya arus informasi dari suatu redaksi pun akan berbeda antar kedua instansi tersebut.
4.      Eksternal media. Dalam penerbitannya, dia mendapat dana dari siapa.
5.      Ideologi. Untuk menentukan ideologinya, dalam koknisi sosial berangkatnya dari level individu sampai ke luar. Tidak bisa serta merta menyebutkan ideologi yang dianut si individu tanpa ada justifikasi.
       Konteks memainkan perannya di level kebenaran historis yang akan saling bertaut dengan teori Marx tentang teori kebenaran.
                Dalam melihat teks, penelitian Vandijk dibagi lagi menjadi:
1.       Penelitian Mikro.  Dilihat dari kosa kata, diksi, sintaksis.
2.       Penelitian Meso. Dilihat dari hubungan antar kalimat. Menggunakan logika kalimat dan melihat kemungkinn adanya sisipan ideologi.
Cara pendekatan teori analisis wacana
a.      Tehnik  inklusi dan ekskusi.
Inklusi adalah memasukkan objek.
Contohnya: fakta -> pada kasus timur-timor. Orang-orang yang pro kemerdekaan ketika memasuki Timtim, setelah jajak pendapat, mereka membunuh warga yang anti kemerdekaan.
Yang tertulis -> sama, tapi ditambahi anak kalimat, berbeda dengan TNI yang masuk pertama kali ke Timtim.
Tehnik Eksklusi mengeluarkan atau menghilangkan objek.
Contoh: fakta -> polisi menembak pelajar yang tawuran
Yang tertulis -> pelajar yang tawuran tertembak oleh polisi. (seolah-olah tidak sengaja)
b.      Tehnik nominal
Contoh: fakta -> sebanyak dua kali PKI memberontak.
Yang tertulis ->  berkali-kali PKI memberontak.
c.       Tehnik kategorial
contoh: fakta -> SS, seorang polisi mabuk di diskotik.
Yang tertulis -> SS, seorang oknum mabuk.
Kecenderungan yang terjadi adalah jika baik dipakai kata polisi, jika tindakannya negatif di pakai oknum.
d.      Tehnik pasifis
Contoh: (+) seorang laki-laki memperkosa wanita di bar. (menimpakan kesalahan pada laki-laki)
            (-) Wanita di bar diperkosa oleh seorang laki-laki. (menimpakan kesalahan pada perempuan)
       Dalam analisis wacana, sejak awal kita harus memutuskan memakai teori atau tehnik yang mana agar terlihat jelas keberpihakan si penulis. Sebab dalam analisis wacana lebih lanjut akan melakukan wacana tanding yang berkembang.

3.      Penelitian Makro (kita akan menemukan topik, tematik)

#Norman Fairclogh
       Fairclogh berangkat dari teori Haroll & Laswell. Setiap teks dilihat dari 5 W.
1.       What
Mempertanyakan dominasi dan tujuan wacana yang dibangun atau didialektikakan.
2.       Who
Mempertanyakan siapa yang mendominasi.
3.      Whom
Mempertanyakan teks untuk siapa (audiens).
4.      With channel
Mempertanyakan melalui media apa yang digunakan. Dulu Laswell membedakan media hanya menjadi media cetak dan elektronik. Oleh kaum CDA atau analisis wacana juga melihat apa institusi organisasinya, latar belakangnya.
5.      Whit what effect
Mempertanyakan pemilihan efek yang dikehendaki. Efeknya berupa efek kemungkinan (karena kita tidak melakukan studi efek).

       Teori Fairclogh berangkat dari perubahan sosial yang ada. Bagaimana bisa memaknai teks, jadi konteks lebih berperan.
 





       Ketika kita membaca teks, kita akan langsung membandingkan dengan konteks perubahan di masyarakat. Untuk menganalisisnya bisa menggunakan cara analisis metode Vandijk. Yang membedakan adalah ketika kita langsung melihat interteksnya. Ketika teks ditulis, kita harus melihat teks yang lain dan realitas yang terjadi di masyarakat. Membandingkan kecocokannya. Dengan asumsi pasti ada praktek dominasi wacana.
       Teks dan interteks harus saling terpaut dan akan menghasilkan wacana. Praktek wacana dari interteks bisa diketahui dari studi pustaka dan wawancara mendalam untuk melihat hubungannya. Susah membedakan antara teks dan interteks. Dalam teksnya Fairclogh lebih menitikberatkan pada logika kalimat. Semisal penggunaan kata “dan” & “akibat”.
Contoh: Ketika harga bahan pokok naik dan mahasiswa melakukan demontrasi, keos terjadi.
Mahasiswa melakukan demonstrasi sehingga keos, mengakibatkan harga bahan pokok naik.
       Penggunaan “dan” antara kalusa X dan klausa Y harus dalam posisi setara, jika ada klausa X dan Y tidak setara tapi tetap menggunakan “dan”, biasanya untuk meringankan salah satu klausa atau pihak agar terlihat setara. Penggunaan “dan” karena ada dua subjek yang sama, jika hanya ada satu subjek, bisa menggunakan konjugsi sementara, meskipun, dsb. Penggunaan “namun” digubakan untuk kontradiksi sama halnya penggunaan “tetapi”. Lebih lanjut, penggunaan konjugsi ini dapat berperan dalam mempertentangkan antar teks.


#Van Leuween
       Meneliti hubungan antar teks, critical linguistic.

#Sara mills lebih memperjuangkan teori feminisme.
#.... (penelitian bahasa, critical linguistic)

Penelitian sosial ada dua
1.       What
Di ranah positifis. Kebanyakan yang dipertanyakan adalah korelasi, pengaruh. Ranah positifis lebih mudah merangkai teori dan mendefinisikan setiap korelasi. Hal ini disebut juga penelitian kuantitatif.
2.       Why/who
Di ranah interventif atau kritis. Yang dipertanyakan adalah bagaimana realitas ditampilkan. Ranah kritis positifis subjek yang ditampilkan kebanyakan satu variabel, univariabel atau dua variapel tapi hampir beririsan, bukan hanya melihat sosok atau tokohnya tapi juga harus mencari tahu kebenaran historinya. Hal ini disebut juga penelitian kualitatif. (Ls)


*salah satu materi Sharing Kepenulisan PMII Komisriat Airlangga 16-22 Februari 2014 di Yogyakarta







Komentar