AIRLANGGA, PERINTIS CLINICAL LEGAL EDUCATION

            

            Genderang pembukaan perhelatan besar konferensi internasional fakultas hukum tertabuh pada 30 september 2013. Alunan musik keroncong sesekali terdengar sayup memenuhi keramaian ruangan Boedisoesetyo, Ruang 303 gedung A fakultas hukum. Acara yang berlangsung pukul 19.00- 20.30 tersebut dikemas dalam bentuk santai dan non formal. Konferensi internasional ini merupakan hasil kerjasama fakultas hukum Universitas Airlangga dan sekolah hukum Universitas Washington.
            Prof. Zaidun, dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga turut menghadiri acara pembukaan. Ia mengungkapkan harapan besarnya terhadap konferensi ini yang dapat menjadi pelopor yuris profesi dan memperlihatkan ketegasan kompetensi lulusan fakultas hukum. Dalam konferensi nanti akan dibahas salah satu satu topik tentang “clinical legal education”, sebenarnya konsep tersebut sudah pernah dicetuskan Universitas Airlangga sekitar tahun 70’an, dan oleh Universitas Washington pada tahun 1982. Dengan demikinan Universitas Airlangga yang bekerjasama dengan Universitas Washington mejadi perintis dalam penerapan konsep “clinical legal Education” di kancah internasional, apalagi fakultas hukum memiliki laboratorium penunjang konsep tersebut yang terbesar se-Asia.
            Perhelatan besar konferensi internasional, dengan tema “Southeast Asia Legal Education: preparing lawyers for tomorrow’s society and profession” akan digelar pada tanggal 1-2 oktober 2013, menghadirkan 18 juri dan 50 presenter yang akan dibagi dalam empat plenary atau pleno. 50 presenter ini sebelumnya telah melalui tahapan seleksi berdasarkan abstrak yang dikirim, kelima puluh presenter berasal dari delapan negara yaitu: Amerika Serikat, Belanda, Malaysia, Thailand, India, Jepang, Singapura, dan tentu saja Indonesia. Dan untuk pembicara pada plenary dari pihak Universitas Airlagga adalah Profesor Peter Mahmud Marzuki, Prof. Frans Limahelu, Koesrianti, PhD dan  Nurul Barizah, PhD dan eksekutif direktur Indonesia Jentera School of Law,  Rival Ahmad, LL.M.,
            Konferensi internasional juga akan dihadiri oleh dekan sekolah hukum Universitas Washington Prof. Kellye Y. Testy yang didampingi oleh guru besar sekolah hukum Universitas Washington Prof. Patricia Kuzler, Kimberly Ambrose, J.D., dan Prof. Toshiko Takenaka dan  visiting lecturer di sekolah hukum Universitas Washington, Prof. Stephen A. Rosenbaum. Turut pula hadir Dr. Adrian Bedner dari Universitas Leiden dan eksekutif direktur Washington State Bar Association, Paula Littlewood, J.D. serta ketua perserikatan program E2J (Educating and Equipping tomorrow Justice reformers program), Ms. Kayla Finn.  
            Ada 10 topik menarik yang akan dibahas pada konferensi ini yaitu: 1. Challenges facing legal education in the 21st century; 2. Clinical and other experiental education: law in social context; 3. Legal education and its roles in Southeast Asia; 4. Legal education versus legal profession: the question of social justice; 5. The law of the legal profession and the code of ethics for lawyers; 6. Teaching methodology and the gaps between theory and practice in law; 7. Legal aid, legal education and paralegalism in Southeast Asia; 8. Intelectual property rights and legal education; 9. Clinical legal education; dan yang ke 10. Legal research and legal education system.
           
               Menurut Herlambang P. Wiratraman, ketua penyenggara, memaparkan dalam pidato pembukaan semalam (30/09), konferensi internasional ini diharapkan memberikan problem solving terhadap masalah negara-negara di Asia Tenggara terkait konflik komunal, perampasan hak, marjinalisasi ekonomi dan korupsi yang luar biasa, yang secara sistematis berpengaruh terhadap praktek penegakan hukum. Konferensi ini akan membahas bagaimana sebenarnya perkembangan pendidikan hukum di Asia Tenggara, sejauh mana publik merespon supremasi hukum, bagaimana pengacara dan keterampilan profesional hukum mereka telah memberikan kontribusi untuk memecahkan atau menyelesaikan masalah. Di akhir pidatonya Herlambang mengutip kalimat bijak dari Nelson Mandela, Presiden Afrika selatan 1994-1999, “Edukasi merupakan senjata yang paling ampuh yang bisa digunakan untuk merubah dunia” (Ls)
           


Komentar