*pernah dimuat di Koran Kompas, Kompas Kampus edisi 04 juni 2013
Kebumingan bridge memang tak seberapa terkenal dibanding sepak bola
atau cabang olahraga lain. Meskipun bridge adalah olahraga otak yang
benar-benar mengasah otak dimana bridge tak butuh lapangan yang luas dan
perlengkapan mahal untuk bermain, tak butuh syarat tingkat umur tertentu, dalam
artian tanpa batasan umur, dan bahkan tak mempersyaratkan kesempurnaan tubuh,
dimana orang cacat sekalipun diperbolehkan. Karena memang bridge tak bisa
menjadi tontonan menarik untuk hiburan
Kemudian program BMS (Bridge Masuk Sekolah) yang digagas Diknas
merupakan upaya mengenalkan bridge sejak dini, karena dinilai dapat
meningkatkan kecerdasan. Kemudian bridge mulai digandrungi kalangan muda, dari
anak SD hingga SMA bahkan masuk pesantren. Latihan rutin menjadi terjadwal,
karena bridge menjadi bagian kurikulum pembelajaran, seperti dimasukkan kedalam
materi mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan. Degub euforia bridge
bahkan terbawa hingga ketingkat Universitas, terbukti dengan eksisnya UKM
Bridge dalam tubuh Universitas yang tak jarang hingga menggelar semacam
turnamen tingkat provinsi atau bahkan tingkat nasional yang bertujuan
memasyarakatkan bridge, membudayakan permainan bridge. Ini adalah bukti bahwa
begitu besarnya interes kaum muda mudi terhadap olahraga otak ini.
Semangat kooperatif, menjunjung sportivitas dan membentuk pola
pikir analisis cepat merupakan unsur
utama yang terkandung dalam bridge. Membangun peluang untuk merebut trik bagi defender
atau berjuang memenuhi kontrak yang harus dicapai oleh declerer,
menjadi nilai interes tersendiri bagi orang yang suka olah fikir. Inilah yang
disebut mengintergrasikan ilmu sains, sosial, psikologi dan turunan ilmu lain
seperti menejemen yang bisa meningkatkan life skill.
Berangkat dari olahraga otak, kita bisa mengolah jati diri dan
potensi diri kita. Membudikan kebiasaan berfikir. Konsep analitis dan sportif
yang ada dalam bridge menjadi sebuah prinsip yang tertanam aman dalam budaya.
Karena melalui perilaku kritis analitis, belajar menjadi pemikir dan menejemen
diri bisa ditanamkan pada anak bangsa sejak dini lewat bridge. Semoga. (Ls)
Komentar
Posting Komentar