BERGERAK TERLALU JAUH




Masa lalu?

          Bukan karena aku membencinya, setiap bagian dari masa itu adalah bagia pembentuk karakter “aku” di saat ini. Menjengkelkan? Ya, pasti adalah bagian itu, karena akn terasa sangat membosankan jika hanya diisi satu bagian monoton, sekalipun itu bahagia. Karena dalam bahagia itu terkandung sedih menduram durja yang tengah menanti segera menggelar pertunjukkannya padamu.
          Berupaya menjadi manusia normal pada umumnya, begutu sebagian orang kadang berkata untuk mendapat kedamaian dan ketenangan. Sebenarnya normal yang umum itu seperti apa? Aku sendiri masih belum bisa menjawab dengan pernyataan yang bisa membungkam spekulasi dua kutub dalam diriku sendiri, antara si pro dan si kontra. Normal? Memang seperti apa ukuran yang tidaknormal itu? Terlebih, umum? Sebenarnya si umum jika aku simak lebih dekat dalam ruang jangkau perhatianku, semuanya berubah menjadi spesifik. Karena memang tidak pernah ada kesamaan hingga menyimpulkan keumuman itu, karena setiap hal di dunia ini spesifik keistimewaannya. Semua bisa dilacak dan dikenal sekalipun mempunyai kesamaan dan kemiripan 99%. Apalagi itu kesamaan dan kemiripan? Adakah keduanya sama atau berbeda? Ya, dua kutub itu kembali kuat bersitegang.
          Masa lalu dan masa sekarang mungkin sudah bergerak terlalu jauh. Sebenarnya apa batasan masa lalu dan sekarang itu? Apakah satuannya? Tahukah? Bulankah? Harikah? Jam menit? Atau bahkan sepersatuan detik? Tidak ada batasan yang jelas kukira. Lalu, apa sebenarnya tujuan manusia membedakan “masa” itu? Sedang batasannyapun tidak jelas? Hanya saja dibuat jelas dan sudah menjadi istilah atau “term”. Jika masa depan, itu sudah jelas, katana adalah masa yang akan datang (belum terjadi). Lalu bagaimana dengan ini? Apakah aku detik ini adalah masa depan bagi aku satu detik yang lalu? Dalam artian aku satu detik  ke depan adalah aku di masa depan? Hmmm..
          Hufh!
          Menghirup nafas panjang lalu menghembuskannya keras-keras. Kadang kebiasaan itu spontan saja aku lakukan untuk sedikit menguragi ketegangan dan perasaan tidak enak. Sejenak mengisi oksigen di otak agar tidak terlalu jenuh. Jenuh? Istilah apalagi itu? Jika dalam konsep kelarutan, jenuh itu adalah keadaan dimana sudah tidak dapat menyerap lagi, seperti tanah ketika hujan yang dipermukaannya ada genangan air, itu tandanya tanah tersebut sudah jenuh, tidak lagi bisa menyerap air. Lalu bagaimanakah jika konsep jenuh itu diterapkan pada otak? Aduuhh... kenapa disaat aku belum bisa menjawab tentang jenuh itu tiba-tiba muncul pertanyaan lagi tentang konsep? Ya, apa itu konsep? Katanya sih, konsep adalah abstraksi dari ide sedang realita adalah abstraksi dari konsep. Jadi teringat diskusi ringan rutina malam selasa tentang filsafat Yunani. Aduh, apalagi ini? Bisa jauh melebar ke filsafat yunani? Padahal berawal dari pertanyaan tenang masa lalu ya? Ya, ku fikir setiap orang punya konsep sendiri tentang si “masa” itu. Benarkan?

Sabtu, 22 juni 2013
Perpustakaan kampus B UNAIR, 11.21

Komentar