BAHAGIA DAN HIDUP UNTUK KAMU

HIDUP UNTUK BAHAGIA
BAHAGIA UNTUK HIDUP


Berbicara tentang masa lalu, tentang kisah yang pernah kita lakukan. Banyak hal yang ingin kembali diulang, entah karena itu hal yang menyenangkan ataupun ingin memperbaikinya.
Semua kisah itu, segala keistimewaan  yang selalu punya ruang di hati. Selalu punya kekuatan emosional tersendiri ketika mengingatnya.
Yah, aku tahu. Untuk itulah kadang ada orang yang tak mau beranjak dari masa lalu. Masih tetap merasa hidup di masa itu sekalipun masanya telah berubah. Ya, aku sendiripun kadang memikirkannya. Betapa bahagianya saat itu, semisal saat bisa bertemu dengan orang baru yang kurasa begitu enak untuk diajak berbagi  fikiran.
Yang namanya merasa sendiri memang tak pernah bisa menjadi sebuah rasa yang menyenangkan. Apalagi bagi orang sepertiku yang selalu butuh campur tangan orang lain. Selalu merasa lebih enak ketika hidupnya diatur oleh orang yang aku rasa tepat.
Aku sendiri heran, ada apa denganku? Ada banyak orang yang bahkan memilih berontak agar dirinya tak lagi diatur. Tapi bagiku sendiri, diatur jauh lebih nyaman dari pada mengatur. Karena mengatur butuh yang namanya kemampuan mengatasi ketakutan dalam diri. Ketakutan terhadap respon negatif orang yang diatur. Makanya itu, aku tidak pernah suka menjadi seorang pemimpin. Karena aku sendiri lebih suka dipimpin.
Mungkin semua orang belajar tentang konsep leadership dan kemudian berupaya menerapkannya, karena jiwa seorang pemimpin harus dipunyai oleh setiap insan. Ya, aku setuju. Tapi jiwa kepemimpinan itu tak lantas wajib diaplikasikan sepenuhnya dalam segala bidang, di semua tempat. Karena ketika semua orang ingin menjadi pemimpin, lalu siapa yang akan dipimpin. Aku faham tentang konsep leadership itu, dibanyak pelatihan atau training, seminar, talk show atau apalah itu namanya, sering disinggung bahkan diagung-agungkan. Tapi aku, lebih memilih mengetahuinya saja, menerapkannya pada hidupku saja. Tidak ingin aku implementasikan pada lingkungan sekitarku. Karena aku lebih siap menjadi followers dari pada leader.
Setiap leader membutuhkan followers. Dan setiap leader pasti pijakan awalnya adalah followers, menjadi sebuah pilihan untuk selanjutnya apakah dia mau maju, tampil sebagai  leader, atau tetap pada garis followers setia.  Ada yang tetap menjadi followers karena dia tidak mumpuni menjadi leader, dan ditolak oleh lingkungannya, ada yang sadar kemampuan yang masih tidak pantas menjadi leader. Ada pula yang takut menjadi leader karena perangainya yang pemalu dan sedikit bicara, sebab salah satu yang dibutuhkan seorang pemimpin adalah kecakapa bicara. Dan ada pula yang tetap setia menjadi followers , yang sebenarnya dia punya kemampuan menjadi leader, tapi tidak mau maju karena tidak ada yang menunjuk dia sebagai leader, dan kadang mau mejadi leader jika ada yng menunjukknya. Istilah kata, leader penunggu bola.

Ya, begitulah hidup. Tak hanya berkutat antara leader dan followers saja, ada juga yang menawarkan konsep bahwa hidup menawarkan posisi manusia sebagai yang memanfaatkan atau yang dimanfaatkan. Ada kalanya memanfaatkan itu lebih enak, apa lagi bagi seorang leader. Tapi, bagi followers, kadang saat dia dimanfaatkan, sekalipun dalam keadaan sadar, dia akan mengerjakannya dengan senang hati jika tata etika yang memanfaatkan menyenangkan dia. Istilah kata, ada peranan “merasa dipentingkan”  yang sedang dimainkan dengan baik dari sang leader. Karena, pastilah yang namanya manusia tidak akan merasa senang ketika ada orang yang sedang ingin memanfaatkan skill yang dia punyai dengan cara yang kasar.
Hidup, ada pula yang mengejar segala kesuksesan. Ada yang mendefinisikannya dengan tolak ukur duniawi. Yaitu, orang-orang yang dalam hidupnya memacu kemampuannya untuk mendapat kesuksesan finansal. Ada pula yang mengejar kesuksesan dengan segunung prestasi dan kebanggaan, karena tak dapat dipungkiri “prestasi” yang mencakup pula prestise, berkembang menjadi kebutuhan hidup. Ada juga yang memilih hidup sederhana dengan memilih konsep sukses dengan barometer kepuasa batin, kedekatan dengan Sang Maha Pencipta menjadi tujuan hidupnya. Segala usaha yang dia kerjakan semata-mata ditujukan untuk ibadah, sebanyak-banyaknya perbuatan yang dimaksudkan untuk mencapai konsep “manfaat bagi orang lain”, yaitu dengan memanfaatkan kemanfaatannya.

Dan segala hal yang mencakup tentang hidup, itulah keindahan bagi makhluk yang pernah menghirup nafas di dunia ini. Keindahan yang kadang menjadi bagian tak terlupakan, yang dengannya menjadi penyebab sebuah senyum renyah.
Suatu kebahagiaan yang tak perlu rumus rumit untuk mendefinisikannya, cukup dengan kemauan untuk mengnggapnya sebagi sebuah kebahagiaan. Hehe.....
Ya, memang. Definisi kebahagiaan yang ada dalam tiap pribadi, tak sama. Tapi konsep bahagia yang ada dalam alam ide takkan pernah salah. Bahwa manusia yang merasa dirinya hidup, dimanapun ia berada selalu butuh konsep kebahagiaan itu. Sebisa mungkin hal yang menyebabknnya tidak bahagia akan dihindarinya. Itulah ego manusia. Manusia cenderung akan lebih memilih hal yang sebisa mungkin akan menciptakan suasana bahagia dalam hidupnya.  Dan sekali lagi, realisasi kebahagiaan itu berbeda antara satu dan manusia lainnya. Karena beda kepala, beda sifat, beda sudut pandang beda pula prinsipnya. Semuanya itu ada banyak faktor yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian tiap orang. Entah dari lingkungan, tingkat edukasi, dan lain sebagainya.
Maka dari itu, masa lalu yang dianggap membahagiakan akan selalu lebih melekat di ingatan dari pada hal yang tidak mengenakkan, karena otak kita sudah di stel untuk sebisa mungkin melupakan hal yang tidak mengenakkan itu.
Antara bahagia dan hidup itu adalah benag perajut karakter tiap insan. Dimana hidup yang manis adalah konsep bahagia yang terealisir. (Ls)



Komentar