Sunat adalah salah satu syari’at
bagi kaum muslim untuk melaksanakan shalat, karena shalat harus bebas dari
najis, sedang dengan sunat dinilai lebih bersih dari sisa urin saat kencing.
Secara medis, sunat diartikan sebagai tindakan berupa pembersihan atau penghilangan
kulup di ujung penis karena dapat mengurangi kuman yang tumbuh di bawah kulup, tujuannya
mengurangi komplikasi, termasuk pendarahan dan infeksi pada kulup.
Sebelumnya, kebijakan sunat
diprotes oleh beberapa aktivis kemanusiaan karena dianggap menyakiti,
bertentangan dengan HAM. Ditentang pula oleh beberapa psikolog Amerika, salah
satunya Ronald Goldman, Direktur Kelompok Anti-Sunat, yang menyatakan sunat
dapat menghilangkan kepuasan seksual.
Namun pada perkembangannya,
secara medis sunat dinyatakan lebih banyak manfaat dari pada mudaratnya.
Menurut dr Andrew Freeman dari The American Academy of Pediatrics, sunat
dapat menghindarkan bayi laki-laki baru lahir dari penyakit urologi dan mengurangi
infeksi virus HIV.
Bahkan sebagai tindak lanjut, Pusat
Federal dan Konvensi Pengendalian Penyakit Amerika berencana menyediakan dana
untuk mewujudkan kebijakan yang mendorong setiap keluarga menyunat bayi laki-laki
mereka. Anggaran yang disediakan sekitar US$ 200-600 per keluarga secara
nasional. Dan Organisasi kesehatan dunia (WHO) pun turut
merekomendasikan sunat sebagai salah satu cara menekan risiko HIV pada
laki-laki. Selain itu di negara-negara yang memiliki kasus HIV tinggi,
rekomendasi sunat tidak bisa dibantah kecuali karena ada alasan medis.
Pernyataan WHO tersebut
mempertegas pernyataan Prof Dr Ronald H.
Gray dari Johns Hopkins University School of Public Health di Baltimore
yang juga menjadi peneliti senior dalam studi Uganda, bahwa "Orang yang
terinfeksi HIV seringkali juga menderita infeksi HPV dan karena sistem
kekebalan tubuhnya rendah menjadi sangat rentan mengembangkan HPV yang terkait
dengan kanker," serta "Masalah
HPV dan kanker yang terkait dengan HPV memang cukup berat di wilayah
sub-Saharan Afrika, tapi kemungkinan sunat bisa memiliki manfaat dalam hal
mencegah kanker pada laki-laki maupun perempuan," seperti dikutip dari
Reuters, Senin (19/4/2010).
Sunat diperkirakan mengurangi
transmisi heteroseksual terhadap HIV dan penyakit seksual lainnya termasuk HPV (human pappiloma virus) melalui beberapa mekanisme. Salah
satunya dengan mengurangi jumlah jaringan mukosa yang terkena saat melakukan
hubungan seks, hal ini membuat akses virus masuk ke dalam tubuh target menjadi
terbatas. Kulit menebal yang terbentuk di sekitar luka saat sunat bisa membantu
menghambat masuknya virus ke dalam tubuh.
Studi terkini yang dilaporkan
dalam Journal of Infectious Diseases, pada penelitian terhadap 210
laki-laki positif HIV dan 840 laki-laki yang HIV-negatif dengan
usia antara 15-49 tahun, menemukan bahwa sunat dapat menurunkan tingkat infeksi
HPV penyebab kanker sebesar 33 % pada laki-laki yang HIV-negatif dan sebesar 23
% pada laki-laki yang HIV-positif. Hasil tersebut didapat setelah masing-masing
dibandingkan dengan laki-laki yang tidak disunat. (Ls)
Komentar
Posting Komentar