Terlalu
melelahkan menafsirkan kehidupan jika hanya dirasa dengan segala
permasalahannya. Bukan maksud untuk mengeluh atau untuk memojokkan takdir yang
selama ini kurasa begitu kuat menempaku. Bukan pula menyerah dan menyalahkan
diri sendiri yang selama ini tak kuat bersaing meninggikan derajat kegunaannya
dan kualitas diri untuk memanusiakan dirinya sendiri dan menghidupkan
kehidupannya. Tapi dari proses yang kadang tak mengenakkan itulah semakin
mematangkan jiwa kedewasaanku. Sebuah jiwa yang menghidupi raga, jiwa yang
menggerakkan diri menuju apa yang dianggapnya berarti untuk hidupnya.
Aku
tahu sedikit tentang kehidupan bahwa tak sembarang orang mampu berada dipuncak
dan bertahan lama. Tak semua manusia menghargai hidupnya sejauh seperti ia menghargai
dirinya sendiri. Kadang dengan begitu mudahnya menelantarkan keinginan dan
kemampuannya hanya karena faktor penggangu seperti perasaan bersalah dan
perasaan tak dibutuhkan. Dengan sendirinya mundur begitu saja.
Banyak
cerita tentang manusia yang setiap insannya menyimpan kisah spesifik yang mampu
membentuk karakter dirinya seperti apa. Ada yang begitu keras berusaha untuk
mendapatkan apa yang dia ingin. Di sisi lain ada yang tak perlu berusaha keras
untuk mencapai apa yang diingin bahkan sesuatu yang mungkin bagi orang lain
berharga tapi bagi dirinya adalah sampah. Aku kenal orang yang dalam hidupnya
tak kenal pantang menyerah, seperti punya api unggun pembakar semangat yang
selalu menghangatkan hatinya. Ada pula semangat yang hanya menjadi harimau yang
sedang tertidur hibernasi menunggu untuk terbangun. Ada pula yang sama sekali
tak peduli dengan semangat dan mengejar ambisi.
Manusia
itu kompleks tapi bila diurai dan dirunut persatuan individu kau akan menemukan
serangkaian kisah indah yang bahkan meski manusia itu bukan siapa-siapa dan tak
dikenal, kau akan terkagum atas apa yang telah dialami meski itu sekedar
pengalaman pergi kesuatu tempat atau pernah merasakan suatu masa dan kejadian
yang jarang orang merasakannya.
Ada
pula yang menghabiskan waktunya dengan merasa senang berkencan dengan ilmu
setiap harinya. Yah, dialah si kutu buku, berusaha melepaskan kebabasan penat
dunia, bersembunyi dari keangkuhan dunia dan kekejaman bumi dibalik lembar demi
lembar kertas bertinta. Atau sicaper yang hanya sekedar menghabiskan waktu
produktifnya dengan mencari perhatian orang lain karena dia sendiri kekurangan
perhatian dan kasih sayang. Dan memang sungguh terasa menyenangkan bukan jika
diperhatikan? bukankah setiap kita merasa senang dipentingkan?
Aku
kenal orang yang hanya mengandalkan kecantikannya untuk merasa dipentingkan.
Ada pula yang tak peduli dengan kecantikannya dan terus mengejar kualitas diri.
Entah
dari semua macam manusia yang aku kenal aku ini manusia macam apa. Kadang aku
biarkan begitu saja setiap orang menginterpretasikan aku ini seperti apa.
Karena ibarat seni, ketika sudah dilempar keranah publik bebas bagaimanapun ia
untuk diapresiasi.
Berfikir
semakin keras semakin membuat otakku lelah memaknakannya lebik kompleks.
Berfikir sederhana terkadang justru lebih efisien. Lelah. Lelah karena aku
sendiri yang membuat otakku lelah berfikir. Aku selalu menuntutnya bisa sedang
kebutuhannya tak aku penuhi akan nutrisi dan kenyamanannya. Seenaknya saja ku
mempergunakannya. Seenaknya saja aku menelantarkannya. betapa kejam. Betapa
zalimnya aku. Entah aku peduli atau tidak dengan ocehan ini. Lelah. Sudah lelah
aku. Lelah memikirkan kelelahan itu sendiri, berfikir tentang fikiran yang
terfikirkan atau sekedar mengeluh-eluhkan keluhan yang sebenarnya tak perlu dikeluhkan. (Ls)
aku baru tau blog mu yang ini. bagus, apik, very good lisa. :)
BalasHapustrimakasih, nadia ^_^
BalasHapus